Like

Selasa, 13 November 2012

IV. 1. Serunya Show di Luar Kota

Masih ingat di tulisan awal saya bahwa saya pernah mengikuti Festival Budaya Rakyat Sedunia di Prancis dan Spanyol bersama Liga Tari Mahasiswa Universitas Indonesia tahun 2000? Pengalaman bersama-sama teman penari, koreografer dan pemusik menjelajah Prancis dan Spanyol adalah kenangan yang tak terlupakan. Bahkan tarian-tarian yang saya pelajari dan saya bawakan, berguna sampai perantauan ke eropa dan ke amerika latin.


Bersama Herman dan Dwi, penari-penari Liga Tari UI yang tinggal di Paris, beberapa kali kami tampil bersama untuk menari. Entah itu karena undangan dari Kedutaan Besar RI di Paris, komunitas masyarakat Indonesia di luar kota Paris bahkan sampai Swiss, pernah mengundang kami untuk tampil.

Mempunyai keahlian dalam hal menari, membawa saya menjelajah keliling kota-kota di Prancis dan beberapa negara di eropa. Kami pun menjejakkan kaki di kota-kota kecil, bahkan kampung-kampung kecil di Prancis dan sekitarnya untuk menari. Honor tidak kami pikirkan karena yang terpenting saat itu adalah menyalurkan hobi yang memang sempat terbengkalai beberapa waktu karena kesibukan masing-masing.

Yang paling seru dari show adalah pengalaman sebelum show itu sendiri yang membutuhkan latihan yang serius dan menyita waktu. Belum lagi Herman yang bekerja keras melatih anak-anak pelajar Indonesia di Paris yang memang bukan penari. Tetapi ini menjadi tantangan tersendiri karena memang kami membutuhkan banyak orang untuk bisa menarikan tarian Saman-Seudati karena banyaknya permintaan tampil di Paris maupun di luar kota.

Para penari Saman. Ki-Ka atas: Cindy, Ella, Andy, Anamy, Sandy, Ita, Tasha. Ki-Ka bawah: Nana, Ika, Herman dan Inoen.

Pengalaman yang seru adalah sewaktu kami diminta untuk tampil menari Aceh dan beberapa tarian serta fashion busana daerah di acara ´Journée Indonésienne´ yang digelar oleh masyarakat Indonesia yang tinggal di Besançon dan sekitarnya, yang memiliki Asosiasi Indonesia yang bernama Nyiur Melambai. Acara ini dikoordinir oleh Mbak Jane. Atas kebaikan KBRI di Paris yang menyediakan transportasi berikut Pak Hartadi yang mengendarai mobil besar yang bisa menampung kami semua, penari dan make up artist yang berjumlah 11 orang, menuju Besançon. Kota yang berada di bagian tenggara negara Prancis ini berjarak kurang lebih 400 km dengan jarak tempuh 4 jam lebih dengan berkendaraan.

Tiba di Besançon, rombongan kami dipecah beberapa kelompok untuk tempat tinggal. Ika, yang memiliki kakak yang bernama Camelia yang kebetulan tinggal di kota ini memilih menginap di rumah sang kakak bersama Ella. Lalu ada Herman dan Maklinda yang menginap di rumah Tasha. Sisanya, yaitu Nana, Cindy, Anamy, Sandy, Andy, Inoen dan saya, menginap di salah satu masyarakat Indonesia yang memiliki rumah di luar kota Besançon untuk menampung kami.

Berpose sebelum show. Campuran penduduk Paris dan Besançon:

Setelah berpisah dengan Ika, Ella, Herman dan Maklinda, kami mengikuti sang pemilik rumah yang mengendarai mobilnya sendiri untuk menuju rumahnya. 

Disini, nih, serunya perjalanan. Si empunya rumah lupa perjalanan menuju rumahnya sendiri karena hari sudah larut malam. Kami nyasar. Bo? Terus nasib kami gimana, ini? Melewati supermaket ´U´ berkali-kali, muter-muter di bundaran yang memberi pilihan 4 jalan berbeda, hingga balik lagi ke jalan semula. Daripada stres, akhirnya kami menikmati perjalanan tersebut dengan cerita-cerita dan bernyanyi-nyanyi. 

Walaupun cukup takut juga karena kami tiba sudah hampir tengah malam dan jalanan sepi. Ditambah, Pak Hartadi dan pemilik rumah memberhentikan mobil masing-masing di pinggir hutan dan…gelap! Khayalan pun mulai bangkit: ¨Bagaimana kalau tiba-tiba ada serigala atau babi hutan yang menghadang?¨ atau ¨Bagaimana kalau tiba-tiba ada orang jahat dan menculik kami ?¨ 

Berkat doa dari semua pihak, akhirnya sang pemilik rumah menemukan jalan menuju rumahnya sendiri setelah lebih dari sejam muter-muter nggak keruan. Beliau meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada kami semua. Karena katanya jalannya gelap dan menurut beliau, petunjuk jalan dan bentuk arahnya hampir sama semua untuk menuju rumahnya. Well, kepanikan sudah berakhir dan kami langsung istirahat karena badan rontok serta kecapean  karena sempat ketakutan selama perjalanan nyasar tadi.

Keesokan harinya, show digelar. Menjelang show, bukannya kami panik atau stres menghafal tarian kembali, tetapi malah sibuk ketawa ketiwi bahkan ngomel geli menceritakan pengalaman nyasar malam sebelumnya.

Walau hanya istirahat beberapa jam, the show must go on. Show di Besançon berjalan lancar. Berkat koreografer dan art director bertangan dingin dan tentunya jiwa ´tampil´ para penari, kami sukses menggelar show dan fashion show busana daerah.

Seluruh pendukung acara.

Setelah show selesai, keesokan harinya kami kembali ke ibukota. Diiringin perpisahan dan lambaian tangan yang terasa berat, akhirnya kami meninggalkan Besançon. Ada Mbak Jane, Tasha dan Camelia serta beberapa masyarakat Indonesia yang mengantar kepergian kami. Sepanjang perjalanan menuju Paris, kami lebih tenang dan sebagian besar memilih untuk tidur.

Pose dulu sebelum kembali ke Paris.

Dengan kegiatan yang positif ini ini, membuat masa tinggal saya di Paris bertambah menyenangkan. Setelah  show Besançon, beberapa show juga yang kami lakukan beberapa bulan bahkan tahun ke depan.

Seiring dengan kesibukan masing-masing, jumlah penari mulai menyusut karena ada yang masa pendidikan di Prancis sudah selesai, ada yang bekerja atau ada pindah ke negara lain.

(Utk Herman, Sandy, Tasha, Ella, Nana, Cindy, Andy, Inoen, Anamy, Camelia, Ika, Maklinda, alm Pak Hartadi, Mbak Jane dan keluarga besar di Besançon):


Tidak ada komentar:

Posting Komentar