Like

Rabu, 21 November 2012

VI. 1. Di Paris, semua menjadi teman dan (akhirnya) keluarga

Ki-Ka: Tasha, Saya, Sandy (maaf, ya, Sand, merem), Baby Béné, Herman, Iin-emaknya Béné.

Yang menarik di Paris adalah banyak bertemu dengan orang Indonesia. Menurut pengamatan saya, mereka ada dimana saja. Contoh yang paling mudah bertemu dengan komunitas mereka adalah di kantin KBRI Paris. Ya, KBRI Paris mempunyai kantin yang menyediakan aneka bumbu masakan, masakan siap santap, mi instan, aneka minuman dan makanan ringan, yang semuanya khas Indonesia.

Jika kangen dengan masakan Indonesia, ya, tinggal datang saja ke kantin KBRI. Selain itu, kita pasti bertemu dengan komunitas Indonesia dan warga Indonesia yang tinggal di Paris dan sekitarnya yang kebetulan sedang santap siang atau hanya sekedar membeli bumbu-bumbu atau bahkan menjadikan kantin sebagai tempat pertemuan. 

Girls in Saint-Lô in 2009.
Ki-Ka: Siska (yg wkt itu tinggal di Nice), Rose (tinggal di Clermont-Ferrand), Lisa (dari Nantes), Saya, Hélène (dari Jonquière), Dewi dan Sari. Wida (tuan rumah yang memotret).

Dari situ, bisa dimulai jalinan pertemanan, karena biasanya komunitas tersebut akan memperkenalkan kita dengan orang-orang Indonesia yang memang tinggal di Paris. Kalau sudah begitu, dijamin dunia hanya selebar daun talas. Secara tak sengaja, kita akan menemukan komunitas yang sama sewaktu di Jakarta, teman sekolah, saudaranya teman kita atau bahkan sahabat baik pacar kita zaman dulu. Nggak percaya? Paris ternyata sempit untuk orang Indonesia!

Tetapi yang hal yang harus diingat adalah kita tidak mempunyai banyak pilihan teman di Paris. Mereka ada disana bersamaan dengan waktu kita berada, bagi saya adalah sebuah destiny. Kalau cocok berteman dengan mereka yang ada di Paris, ya, bagus. Kalau tidak, seleksi alam sendiri yang akan menentukan.

Ultah tahun 2006 di rumah Sandy bersama para mahasiswa di Paris.
Ki-Ka Atas: Rati, Suryo, Widi (belakang), Dita, Anggit, Gemala, Saya.
Ki-Ka Bawah: Amanda,Ebi, Dayu.

Seiring dengan kesibukan masing-masing dengan pekerjaan, kewajiban sekolah atau bahkan sebagai ibu rumah tangga, membuat hubungan pertemanan tidak selancar yang kita kira. Jangan sakit hati misalnya mereka tidak punya banyak waktu kita. Kan, mereka juga sibuk. Kita juga, bukan?

Saya termasuk pendatang di Paris. Ketika datang, saya sudah memiliki ´aset´ teman-teman yang sudah tinggal lama disana terlebih dahulu. Seperti Herman, Sandy dan Dwi yang tinggal di Paris. Ada juga Tasha (yang akhirnya jadi teman seapartemen di Paris), yang dulunya tinggal di Besançon, bagian tenggara Prancis. Dan ada Herikris yang tinggal di desa Concarneau (bagian barat Prancis). Lalu ada kenalan mereka yang tinggal di Marseille, bagian selatan Prancis. Saya juga mempunyai bibi, saudara sepupu dari pihak ibu, yang juga tinggal di luar Paris. Jadi, ketika datang ke Paris, saya tidak benar-benar sendiri.

Ultah Herikris di rumah Herman.
Ki-Ka: Iwan, Herikris, Ocha, Cindy, Herman, Aurélien (belakang),  Dani (belakang), Nana  (depan), saya, Ifa.

Karena mereka, saya akhirnya berkenalan dengan banyak orang Indonesia yang beraneka ragam latar belakang dan tujuan ke Paris. Mulai dari yang berstatus pelajar, mahasiswa, anak diplomat, ibu rumah tangga sampai banci dan waria. Saya sangat menghargai mereka, dengan latar belakang kehidupan yang beraneka ragam. Karena, berteman tidak melihat siapa dia, punya apa dan rincian harta-bendanya, kan?

Pada akhirnya, kami bertemu dalam satu ´wadah´ yaitu, kehidupan di Paris. Secara tidak langsung hubungan kami seperti keluarga. Saling membantu. Suka dan duka pun, kami berbagi.

(Untuk semua teman dan keluarga di Prancis)

Foto ultah: Koleksi Sandy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar