Like

Kamis, 29 November 2012

VII. Dating The French Man




I prefer write in Indonesian (sorry girls who speak English and french…maybe you can use translator online ;) This story is dedicated to my indonesian girlfriends. And honestly, I can express myself better to write in my own language.

Je préfère écrire en indonésien (désolée pour les filles qui parlent anglais et français ... peut-être vous pouvez utiliser le traducteur en ligne;) Ce récit est dédié aux indonésiennes. Et honnêtement, je m'exprime mieux d´écrire dans ma langue maternelle.

Sudah baca tentang lika liku pertemanan dan persahabatan dengan orang-orang Indonesia di Paris dan serunya jika berkumpul dengan mereka di cerita di blog saya, kan? Nah, sekarang ini saya ingin berbagi tentang kisah kasih asrama. Yes! Dating The French Man

Berdasarkan pengalaman selama tinggal beberapa tahun di Paris, dating The French Man adalah topik hangat di kalangan teman-teman Indonesia, teman-teman asing di sekolah atau teman-teman cewek-cewek prancis itu sendiri.

Well, kalo mau sedikit curcol, saya tidak bisa menikmati dating the French Man waktu itu. Kenapa? Waktu itu belum berjodoh dan waktunya tidak tepat. Dengan perjalanan, saya malah bertemu French Man di luar Prancis. 

Topik yang menarik ini, yuk, mari kita gali…

Pasti sering mendengar, dong, anggapan cowok prancis itu romantis, gentle dan ehmm..oke di tempat tidur? Wah..kalau yang terakhir, silakan bertanya langsung dengan teman-teman yang menikah dengan orang prancis, ya..

Observasi selama saya tinggal di Paris, tipe dan karakter cowok-cowok prancis pun beraneka ragam. Tentu saja tidak adil jika kita menganggap sama tipe dan karakter cowok prancis secara keseluruhan.

Walaupun saya tidak pernah dating dengan French men selama di Paris (bener, deh, ini jujur), tetapi pernah, dong, mempunyai pengalaman ngerasain sedikit gentle-nya salah satu cowok prancis. Contoh sederhana: salah satu teman kuliah, membukakan pintu perpustakaan dan mempersilakan untuk lewat duluan.

Contoh sederhana tersebut, sih, tidak seberapa, dibandingkan pengalaman teman-teman yang memang dating the French Man. Nih, saya kumpulin observasi dari lingkungan teman-teman yang pernah dating The French Man. Sungguh tidak bermaksud membuka identitas teman-teman saya sendiri. Saya tidak akan menyebutkan nama-nama mereka pula. Dan yang saya maksud dengan teman-teman adalah random. Bisa teman-teman Indonesia, teman-teman asing atau teman-teman prancis itu sendiri.

Supaya kelihatan jelas, saya membagi kategori cowok-cowok prancis menjadi 3: mahasiswa, fresh graduate/memulai karier/meniti karier menjelang usia matang (27-35 tahun) dan duda dengan atau tanpa anak.

Seperti, apa, sih, cowok prancis antara usia 19 – 27 tahun?

Tempat nogkrongnya biasanya di perpustakaan, di bar dan café dan diskotek. Mayoritas cowok prancis yang masih kuliah (entah itu sarjana, master atau doktor), gemar dunia hingar bingar, kongkow rame-rame bareng teman seabreg-abreg dan sering memberi komentar usil tapi bikin ngakak. Sebagian besar pula, ada yang tidak suka dengan dunia hingar bingar dan memilih fokus dengan kuliahnya. Bahkan sifat pemalu ini memaksa mereka untuk lebih fokus kuliah dan jarang bergaul dengan para cewek. Rugi, ya? 

Mayoritas. Ya, lagi-lagi mayoritas cowok prancis yang masih berstatus mahasiswa, jarang ada yang berkomitmen serius. Dalam artian, walaupun kebanyakan mereka mempunyai pasangan, tetapi untuk menikah dan berkomitmen? Masih jauh dari pikiran mereka.

Rata-rata usia mereka antara 19 – 27 tahun adalah masa kegokilan. Bebas melakukan hal yang mereka suka, selagi tidak berkomitmen. Mereka berhak gonta ganti cewek semaunya, ke disko sampai pagi, atau kongkow bersama teman-teman.

Ada juga, sih, di range usia itu (21 – 27 tahun) sudah berani berkomitmen dan menata hidup mereka dengan baik. Misalnya memutuskan untuk tinggal bersama dengan pasangan atau menikah.

Cara mereka berkenalan dengan para cewek, ya, mereka memberanikan diri memperkenalkan diri sendiri. Kabanyakan tanpa melalui perantara. Misalnya tak sengaja ketemu di perpustakaan, toko buku atau ketika di café atau restaurant. Iya. Percaya diri memang sangat tinggi. Apalagi kalo dirinya merasa ganteng. Langsung, deh, merasa semua cewek antri mau kencan dengan mereka.

Note:
Kalau kita akhirnya dating dengan range usia ini, maka kudu juga pinter pasang strategi. Suatu saat ditinggalin gitu aja, nggak usah merasa dunia berakhir. Cari lagi, dong!

Bagaimana karakter kebanyakan cowok (27 – 35 tahun)?

Nah, kalau profesi cowok prancis yang berusia antara 27 – 35 tahun, kebanyakan adalah fresh graduate, baru memulai karier atau sedang meniti karier atau bisa juga sedang berada di puncak karier. Biasanya, kategorinya ini, mayoritas, sudah dewasa dan matang dan lebih tenang dalam mengatur emosi dan tingkah laku mereka. Juga mulai fokus menata masa depan dan biasanya siap untuk berkomitmen. Mulai tinggal mandiri terpisah dari orang tua dan mandiri juga dalam hal finansial. Untuk komitmen, mayoritas sudah berani melangkah ke hubungan yang lebih serius atau bahkan siap tinggal bersama atau mensahkan pernikahan.

Kategori cowok di range usia ini, kebanyakan menuntut pasangan juga untuk sejajar dengan mereka dalam berdiskusi tentang hal apapun. Dari topik konyol sampai berita dunia yang sedang hangat dibicarakan. Pun mereka memerlukan teman diskusi yang asyik untuk membicarakan suka dan dukanya dunia bekerja dan tentunya juga memerlukan cewek yang nyambung membicarakan masa depan.

Tetapi ada juga yang masih bersikap kekanakan dan tidak dewasa, bahkan tidak siap berkomitmen. Menurut saya, sih, mungkin mereka terlalu tekun sekolah ketika pada masanya cowok-cowok lain seseruan dengan kegokilan semasa muda dulu, hihi. Jadi, seperti merasakan masa muda yang terlambat. Atau bisa juga karena karier yang oke, jadi besar kepala dan merasa para cewek akan bangga dating dengannya. Sayang aja, sih, kenapa baru diusia ini menikmati dunia hingar bingar.

Cara berkenalan dengan cowok di-range usia ini adalah biasanya melalui perantara atau mak comblang. Misalnya, bertemu si cewek di acara pesta dimana si cowok kenal dengan penyelenggara pesta. Atau bisa juga ketika makan malam di restoran, salah satu teman membawa teman juga dan akhirnya berkenalan. Kalau cocok, mereka akan jalan dengan sendirinya. Kebanyakan tidak ada kata jadian.

Note:
Perlu diketahui bahwa cowok di range usia ini, jarang ada yang berani langsung berkenalan jika melihat cewek yang menarik perhatiannya. Biasanya mereka jaim, karena mempertaruhkan harga diri.

Apakah layak kencan dengan duda yang tidak atau mempunyai anak?

Well, ini, sih, agak susah dijawab kalau kita tidak merasakan sendiri kencan dengan kategori cowok ini. Cowok yang berstatus duda (usia beragam, 19 – 50an tahun ke atas), baik yang tidak atau mempunyai anak.

Menurut pengamatan saya, sih, sebaiknya dipikirkan kembali matang-matang, deh. Soalnya akan timbul masalah di kemudian hari jika kita siap untuk berkomitmen dengan mereka. Gangguan akan datang, walaupun si cowok meyakinkan bahwa mantannya adalah masa lalunya. Tetapi, kita kan tidak pernah mengetahui sebenar-benarnya hubungan mereka seperti apa di waktu yang lalu?

Kalau mereka bercerai dan tidak mempunyai anak, bisa menjadi pertimbangan kita untuk melanjutkan hubungan ke tingkat yang lebih serius. Sebaiknya tidak mencari perkara dengan tidak membuat bahagia diri kita sendiri. Yang namanya mencari pasangan, kan, inginnya bahagia, toh?

Kalau si cowok duda dan mempunyai anak, sebisa mungkin pikirkan masak-masak untuk berkencan dengan mereka. Biar  bagaimanapun, anak adalah prioritas utama dalam kehidupan mereka. 

Pertama-tama, kita akan memaklumi kalau si dia membatalkan kencan secara tiba-tiba karena anaknya sakitlah, atau harus menemani membuat pekerjaan rumah atau harus menghadiri pentas teater si anak di sekolah. Lah, kalau keseringan batal karena anak? Bisa-bisa kita uring-uringan sendiri dan kita akan capek untuk mengerti keadaan ini.

Note:
Cara berkenalan atau bertemu dengan kategori cowok ini, kebanyakan dari kita sudah mengenalnya terlebih dahulu sejak lama. Misalnya, teman sekolah yang bertemu kembali di acara reuni atau pernikahan teman. Bisa juga dikenalkan oleh teman lain di suatu acara.

The first date comes..

Nah! Ini paling penting, karena biasanya kesan pertama menjadi penentu kelanjutan hubungan selanjutnya atau tidak. Ini berlaku di semua kategori range usia.
  1. Perlu diingat bahwa perkenalan, pertemuan atau kencan pertama kali dengan cowok prancis, sebaiknya tidak membicarakan langkah serius ke depan. Dijamin langsung kabur, haha.
  2. Bersikap menjadi diri sendiri adalah kunci penting dalam kencan. Tidak perlu bersikap dan dan berlebih dan menjual image kita berlebihan. Dengan mudahnya, mereka akan men-cap kita cewek sok atau cewek yang nggak percaya diri.
  3. Tetap menunjukkan diri kita tetaplah wanita Indonesia yang santun dan mempunyai identitas, walaupun kita sudah traveling ke berbagai negara dan berani merantau ke negeri orang. Kalau bertemunya di Indonesia, tunjukkan bahwa kita tetap wanita Indonesia yang menghargai budaya negeri sendiri. Dengan begitu, mereka akan menghargai diri kita.
  4. Jika kita kencan di restoran, di cafe atau di menonton film di gedung bioskop, disini, nih, kita akan melihat gentle-nya cowok prancis. Mayoritas akan membayar semua tagihan. Kalau lagi sial, bisa jadi kita akan patungan membayar tagihan.


Kelanjutannya…
  1. Setelah kencan, baik itu berjalan lancar atau tidak, tertarik atau tidaknya kita, tetaplah bersikap sopan dengan mengirimkan pesan melalui sms atau email  dengan menuliskan terima kasih untuk waktunya malam ini. Pasti, dong, kita mempunyai kontaknya? Kalau ada balasan segera, berarti bertanda bagus, tapi jangan langsung GR. Kalau tidak dijawab langsung, jangan buru-buru men-judge si dia tidak tertarik dengan kita. Biasanya mereka membutuhkan lebih dari 1 hari untuk membalas jika benar-benar tertarik atau tudak dengan kita.
  2. Kalau setelah kencan pertama kemudian cocok, dia akan menghubungi kita melalui email, sms atau telepon di kemudian hari. Misalnya si dia akan mengajak menonton suatu pertunjukan atau bahkan membelikan tiket menonton klub sepak bola kesayangannya atau bahkan meminta kita menemaninya kongkow dengan teman-temannya. Pertanda bagus, nih. Tapi sikap GR, sebaiknya nggak dipelihara, sih. Apalagi sikap langsung menciptakan khayalan akan jadian dan hubungan akan lanjut ke tahap yang lebih serius. Ini sebaiknya dihindari. Bolehlah jadi hiburan sesekali untuk memanjakan perasaan, tetapi harus siap patah hati, ya, jika tidak sesuai dengan kenyataan.
  3. Judgement teman-teman dan keluarga tidak terlalu penting bagi para cowok di semua kategori usia. Kalau kita memang menarik perhatiannya, si dia akan mempertahankan kita. Tidak peduli dengan penilaian teman-teman dan keluarganya tentang kita. Disini, nih, saya respek dengan cowok Prancis. Keputusan ada di tangan si dia. Tetapi kalau si dia bersikap plin plan grup, dalam artian mengambang tidak bisa mengambil keputusan akan kelanjutan hubungan, sebaiknya kita  yang mengambil sikap agar tidak berharap terlalu jauh.
  4. Bila akhirnya kita memutuskan untuk jalan bareng, diskusi dan hasil keputusan berdua untuk melanjutkan hubungan disini penting. Kita tidak bisa mengambil keputusan sendiri, si dia pun juga tidak bisa. Karena, yang namanya hubungan, kan, terjadi atas kesepakatan berdua.
  5. Jika akhirnya kita benar-benar cocok dengan si dia dan hubungan sudah berjalan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, si dia tak akan segan meminta kita untuk meningkatkan hubungan yang lebih serius. Bahkan mungkin bisa dikatakan lebih dramatis lagi: si dia tidak peduli kita berbahasa apa atau kita warga negara mana. Si dia akan melakukan apa saja untuk mendapatkan kita, bahkan sampai ke ujung dunia sekalipun. Seperti kata pepatah: gunung pun akan kudaki dan lautan pun akan kuseberangi. Romantis, kan..
Biar bagaimanapun, tidak adil men-generalisasi sikap dan karakter cowok-cowok Prancis karena mereka dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Faktor keluarga, teman, lingkungan dan perjalanan hidup berperan penting dalam membentuk sikap dan karakter mereka. Mereka yang rajin traveling, kebanyakan mempunyai jiwa yang bebas dan terbuka serta dapat menerima perbedaan.

Dari obrolan dengan girlfriends (dan tidak pernah tamat), topik Dating The French Man sangat luas sekali. Meliputi perbedaan suku bangsa, agama dan latar belakang budaya yang mempengaruhi pola pikir dan membentuk karakter seseorang. Tetapi biar bagaimanapun, jatuh cinta dan dicintai itu indah dan merupakan salah satu anugerah terindah.

C´est beau l´amour!

Artikel ´Married the French Man´


Foto: istimewa. Merci pour TD et HS de m´avoir permis à mettre cette photo dans mon blog.

Selasa, 27 November 2012

VI. 3. Email, Cara Komunikasi Efektif?

Ilustrasi laptop


Lain cerita jika kita berteman dengan penduduk lokal. Cara yang paling tepat menjalin pertemanan dengan penduduk lokal adalah dengan cara yang biasa saja. Jangan berteman hanya karena ada interest atau ada suatu kepentingan yang menguntungkan diri kita sendiri. Dijamin sifat seperti ini, pertemanan tidak akan tahan lama. Begitu tujuan terpenuhi, nah, bye-bye, deh. Nggak baik, kan?

Pengalaman saya menjalin pertemanan dengan penduduk lokal bisa dibilang rumit, karena mayoritas penduduk kota Paris sulit untuk didekati. Maksudnya, karena sebagian besar dari mereka sibuk sendiri-sendiri dan memiliki rasa individualis yang tinggi. Kesannya, mereka senang hidup sendiri atau bahkan mereka tidak membutuhkan teman. Dari beberapa teman prancis yang saya miliki, saya ingat mereka pernah mengatakan bahwa lebih baik mempunyai teman yang bisa dihitung dengan jari tangan tapi jalinan persahabatan bertahan lama dan kualitas pertemanan terjaga.

Bisa dibilang, berteman dengan penduduk lokal agak susah karena sifat tertutup mereka. Tetapi, saya jadi introspeksi diri, sih. Mungkin saya yang sulit untuk didekati? Mungkin karena saya orang asing yang sifatnya jauh dari kebiasaan mereka? Kendala bahasa mungkin? Atau adanya perbedaan latar budaya yang jomplang? Ya, banyak faktor, sih. Tapi nggak usah dipikirin.

Saya malah lebih mudah berteman dengan orang asing lainnya yang bukan warga negara Prancis karena merasa senasib: sama-sama di negara orang dan berada di Paris. Warga negara mereka macam-macam: Rusia, Belanda, Bulgaria, Polandia, Jepang, Cina dan Brazil.

Yang menjadi perhatian saya adalah cara berkomunikasi dengan penduduk lokal. Misalnya, ketika kami janjian untuk ngopi atau makan malam, komunikasi dilakukan via email atau sms. Berbicara di telepon lokal atau handphone, jarang dilakukan. Entah kenapa, ya, mereka lebih suka berkomunikasi secara tertulis. 

Dan jangan sedih, jenis handphone mereka kebanyakan out of date. Bukan maksud hati menertawakan tetapi keadaan ini jauh berbeda dengan mayoritas teman Indonesia yang lebih up date dalam hal teknologi. Dan saya salut dengan mayoritas penduduk lokal yang tidak terganggu dengan tetap menggunakan telepon genggam out of date. Selama itu masih bisa digunakan, mengapa harus diganti dengan model yang lebih baru?

Berbeda dengan telepon genggam yang out of date, mayoritas penduduk lokal dan mayoritas mahasiswa, meng-up date laptop mereka dengan model dan aplikasi yang paling baru. Mereka sadar bahwa kebutuhan teknologi yang satu ini membantu mereka dalam hal perkuliahan dan pekerjaan.

Dengan komputer jinjing, atau laptop, cara berkomunikasi via email berlaku dalam kehidupan sosial dan perkuliahan. Contohnya jika ada tugas dari para dosen, mereka tak segan memberikan alamat email mereka dan meminta kami para mahasiswa mengirimkannya via email. Lalu di perkuliahan selanjutnya, para dosen sudah siap dengan koreksi dan pembahasan dari tugas yang dikirim para mahasiswa melalui email.

Dalam kehidupan sosial, email menjadi begitu populer dan menjadi tempat obrolan untuk menentukan waktu dan tempat janjian.

Well, lagi-lagi saya tidak men-generalisasi cara berkomunikasi mayoritas penduduk lokal. Karena saya bagian dari masyarakat itu sendiri, secara tidak sadar, saya pun mengikuti rule mereka: berkomunikasi via email. 

VI. 2. Di Paris, acara kumpul-kumpul dan makan-makan yang paling seru!

Ngumpul dan makan-makan adalah perpaduan yang sempurna ;)

Di cerita sebelumnya saya menulis tentang pertemanan di Paris dengan orang-orang Indonesia di Paris, yang akhirnya rasa kebersamaan timbul dengan sendiriya dan akhirnya kita seperti keluarga.

Walaupun di Paris mayoritas warga negara Indonesia lebih sering berkumpul dengan penduduk lokal dan orang asing karena tuntutan kehidupan, pekerjaan dan sekolah, tetapi kebanyakan dari mereka tetap mencari dan berkumpul dengan sesama warga negara Indonesia. Hanya masalah frekuensi dan waktu saja yang membedakan: jarang, kadang-kadang atau sering.

Mayoritas dari mereka malah membuat jadwal pertemuan makan siang bersama. Misalnya seminggu sekali, 2 minggu sekali, sebulan sekali atau tiga bulan sekali. Bahkan seringkali acara pertemuan secara dadakan, karena kesibukan masing-masing.

Dan ada beberapa komunitas dan asosiasi juga yang mereka bentuk. Tergantung latar belakang masing-masing. Misalnya para mahasiswa yang mempunyai wadah perkumpulan turun temurun: Perkumpulan Pelajar Indonesia. Atau ada pecinta budaya Indonesia yang membentuk perkumpulan di bidang seni dan budaya. Bahkan arisan dan dugem bareng pun ada perkumpulannya.

Bagi saya, banyaknya perkumpulan wajar saja. Karena selain seleksi alam, pertemanan tidak bisa dipaksakan kita harus cocok dengan siapa. Selama masing-masing saling menghargai dan tidak saling mengganggu.

Selain itu juga, berkumpul dengan sesama warga Indonesia banyak serunya. Berbagi suka dan duka merasakan kehidupan di Prancis. Merantau di negara orang sampai harus berusaha secara maksimal menguasai bahasanya yang sulit. Jadi, ketika berkumpul sesama orang Indonesia, bisa dikatakan semacam terapi: boooo…akhirnya berbahasa Indonesia lagi, ya, nek!

Bakso, jadi menu andalan di musim dingin ;)
Dari semua perkumpulan yang dibentuk dan terbentuk, yang paling seru memang acara kumpul-kumpul dan makan-makannya. Yang menarik, mayoritas warga negara Indonesia pintar mengolah bumbu seadanya sampai menjadi masakan lezat. Bila sudah agak ahli, aneka bumbu dapur dan bahan-bahan masakan akan diburu ke China Town di daerah Paris 13, di kantin KBRI atau bahkan belanja ke negara tetangga, Belanda.

Menu makan siang ´seadanya´. Tapi, kalau disantapnya di Paris, terasa istimewa rasanya. 

Walaupun dalam kehidupan sehari-hari, mayoritas juga memasak masakan Indonesia, dijamin, deh, berkumpul dan makan-makan masakan Indonesia akan jadi beda rasanya karena disantap bersama-sama. Maunya nambah terus. Siap-siap, nih, kalau jadi tuan rumah, harus memasak ekstra nasi, ekstra lauk dan ekstra cemilan, hehe…

Pastel hasi buatan sendiri ;)

Dari segi masakan, mayoritas orang Indonesia yang di Paris menghargai aneka jenis masakan dan cemilan negeri sendiri. Bakwan, risol atau pastel yang nampaknya jadi cemilan biasa di Indonesia, akan terasa luar biasa jika dimasak dan dikonsumsi di Paris. Juga nasi goreng, mi goreng dan sambal terasi akan terasa istimewa rasanya. Kesannya hiperbola, ya? Percaya, deh, jika Anda suatu saat mengalami hidup di luar negeri (tidak hanya di Prancis), aneka jenis masakan dan cemilan Indonesia adalah semacam penemuan  harta karun. Apalagi bagi mereka yang kangen rendang berikut sambal ijo-nya

Cassoulet, masakan dari daerah barat daya Prancis. Populer di  kota Toulouse dan daerah Languedoc.

Sebenarnya, masakan prancis juga tak kalah seru dan lezat, seperti ratatouilles, confit de canard, cassoulet dan aneka salad. Juga aneka pencuci mulut yang beragam, seperti kue-kue yang lezat, macaron atau crepes, tak kalah menarik perhatian untuk dilahap. Tetap saja, lidah orang Indonesia tidak bisa jauh-jauh dari nasi, ikan asin, sambal terasi, bakso dan mi goreng. 

Aneka dessert yang yummy.

Walaupun demikian, mayoritas lidah orang Indonesia di luar negeri banyak bertoleransi, kok. Misalnya tidak menyantap masakan Indonesia pun, mereka tetap bisa menikmati masakan lokal dan internasional. Jadi, tidak mesti harus memakan masakan Indonesia setiap waktu.
Berkumpul dan menyantap soto ayam di rumah Wida (paling kiri) di Saint-Lo, Prancis. Cewek-cewek yang hadir, tinggal tersebar di beberapa kota di Prancis. Kumpul-kumpul dan makan-makan menyatukan kami ;)
Ki-ka: Siska (Nice), Rose(Clermont-Ferrand), Lisa (Nante), saya, Helene (Jonquiere). Dewi dan Wida.

Sisi lainnya, berkumpul dan memasak masakan dan cemilan asal negeri sendiri mempererat silaturahmi antar sesama warga negara Indonesia yang tidak hanya tinggal di Paris saja, tetapi juga di kota-kota lain di Prancis. Telepon dan email jadi sarana untuk saling bertanya resep suatu masakan.

(Untuk semua teman-teman di Prancis. Jadi rindu masak-masak dan makan bareng lagi).

Foto Bakso dan Menu Makan siang: Koleki Ibu Iin, yang saat ini menetap di Abu Dhabi.
Foto bawah cewek-cewek: Koleksi Rose 

Rabu, 21 November 2012

VI. 1. Di Paris, semua menjadi teman dan (akhirnya) keluarga

Ki-Ka: Tasha, Saya, Sandy (maaf, ya, Sand, merem), Baby Béné, Herman, Iin-emaknya Béné.

Yang menarik di Paris adalah banyak bertemu dengan orang Indonesia. Menurut pengamatan saya, mereka ada dimana saja. Contoh yang paling mudah bertemu dengan komunitas mereka adalah di kantin KBRI Paris. Ya, KBRI Paris mempunyai kantin yang menyediakan aneka bumbu masakan, masakan siap santap, mi instan, aneka minuman dan makanan ringan, yang semuanya khas Indonesia.

Jika kangen dengan masakan Indonesia, ya, tinggal datang saja ke kantin KBRI. Selain itu, kita pasti bertemu dengan komunitas Indonesia dan warga Indonesia yang tinggal di Paris dan sekitarnya yang kebetulan sedang santap siang atau hanya sekedar membeli bumbu-bumbu atau bahkan menjadikan kantin sebagai tempat pertemuan. 

Girls in Saint-Lô in 2009.
Ki-Ka: Siska (yg wkt itu tinggal di Nice), Rose (tinggal di Clermont-Ferrand), Lisa (dari Nantes), Saya, Hélène (dari Jonquière), Dewi dan Sari. Wida (tuan rumah yang memotret).

Dari situ, bisa dimulai jalinan pertemanan, karena biasanya komunitas tersebut akan memperkenalkan kita dengan orang-orang Indonesia yang memang tinggal di Paris. Kalau sudah begitu, dijamin dunia hanya selebar daun talas. Secara tak sengaja, kita akan menemukan komunitas yang sama sewaktu di Jakarta, teman sekolah, saudaranya teman kita atau bahkan sahabat baik pacar kita zaman dulu. Nggak percaya? Paris ternyata sempit untuk orang Indonesia!

Tetapi yang hal yang harus diingat adalah kita tidak mempunyai banyak pilihan teman di Paris. Mereka ada disana bersamaan dengan waktu kita berada, bagi saya adalah sebuah destiny. Kalau cocok berteman dengan mereka yang ada di Paris, ya, bagus. Kalau tidak, seleksi alam sendiri yang akan menentukan.

Ultah tahun 2006 di rumah Sandy bersama para mahasiswa di Paris.
Ki-Ka Atas: Rati, Suryo, Widi (belakang), Dita, Anggit, Gemala, Saya.
Ki-Ka Bawah: Amanda,Ebi, Dayu.

Seiring dengan kesibukan masing-masing dengan pekerjaan, kewajiban sekolah atau bahkan sebagai ibu rumah tangga, membuat hubungan pertemanan tidak selancar yang kita kira. Jangan sakit hati misalnya mereka tidak punya banyak waktu kita. Kan, mereka juga sibuk. Kita juga, bukan?

Saya termasuk pendatang di Paris. Ketika datang, saya sudah memiliki ´aset´ teman-teman yang sudah tinggal lama disana terlebih dahulu. Seperti Herman, Sandy dan Dwi yang tinggal di Paris. Ada juga Tasha (yang akhirnya jadi teman seapartemen di Paris), yang dulunya tinggal di Besançon, bagian tenggara Prancis. Dan ada Herikris yang tinggal di desa Concarneau (bagian barat Prancis). Lalu ada kenalan mereka yang tinggal di Marseille, bagian selatan Prancis. Saya juga mempunyai bibi, saudara sepupu dari pihak ibu, yang juga tinggal di luar Paris. Jadi, ketika datang ke Paris, saya tidak benar-benar sendiri.

Ultah Herikris di rumah Herman.
Ki-Ka: Iwan, Herikris, Ocha, Cindy, Herman, Aurélien (belakang),  Dani (belakang), Nana  (depan), saya, Ifa.

Karena mereka, saya akhirnya berkenalan dengan banyak orang Indonesia yang beraneka ragam latar belakang dan tujuan ke Paris. Mulai dari yang berstatus pelajar, mahasiswa, anak diplomat, ibu rumah tangga sampai banci dan waria. Saya sangat menghargai mereka, dengan latar belakang kehidupan yang beraneka ragam. Karena, berteman tidak melihat siapa dia, punya apa dan rincian harta-bendanya, kan?

Pada akhirnya, kami bertemu dalam satu ´wadah´ yaitu, kehidupan di Paris. Secara tidak langsung hubungan kami seperti keluarga. Saling membantu. Suka dan duka pun, kami berbagi.

(Untuk semua teman dan keluarga di Prancis)

Foto ultah: Koleksi Sandy

Selasa, 13 November 2012

V. 13. Pesta dan Tradisi

Contoh cemilan pesta Natal sebelum makan malam.

Di Paris dan hampir di seluruh wilayah Prancis, ada beberapa pesta dan tradisi yang wajib dirayakan bersama keluarga inti. Maksudnya keluarga inti adalah terdiri dari orang tua dan anak. Jika orang tua sudah memiliki menantu dan cucu, ya, tentu dirayakan bersama-sama mereka. 

Pesta Perayaan Malam Natal adalah salah satu perayaan yang hanya dihadiri oleh keluarga inti karena kebanyakan keluarga Prancis menginginkan Perayaan Natal dengan suasana kekeluargaan yang hangat. Bahkan, mereka rela pulang kampung ke rumah orang tua atau mengambil pesawat pulang ke Paris bagi mereka yang tinggal di luar Prancis, demi merayakan Malam Natal bersama keluarga. Natal sangat sakral bagi mereka.

Perayaan Natal ini biasanya dimulai dengan makan malam bersama dengan menu masakan yang lebih spesial dari menu sehari-hari. Setelah itu, acara tukar hadiah pun dilakukan. Satu per satu membuka hadiah dan menunggu giliran yang lain.

Perayaan Natal lain lagi bagi mereka (terutama anak-anak muda yang tinggal di Paris), yang memilih tidak pulang kampung ke rumah orang tuanya atau orang tua mereka sudah meninggal, dengan merayakannya bersama-sama para sahabat yang senasib, yang jauh dari keluarganya juga. 

Kebiasaan pesta Natal ini mengingatkan saya akan Hari Raya Idul Fitri di Indonesia yang dilakukan dengan penuh kekeluargaan. Bedanya dilakukan dengan seluruh keluarga besar. Dan saya pun, sebisa mungkin juga hadir di Hari Raya Idul Fitri bersama keluarga, biarpun saya berada di belahan dunia lain. Saya rela untuk hadir beberapa hari dengan resiko menikmati perjalanan jauh dengan pesawat. Family comes first. No matter what.

Sedangkan Perayaan Malam Pergantian Tahun Baru, biasanya dirayakan bersama teman-teman atau keluraga juga bisa mengundang para kerabat untuk menikmati pesta bersama. Para anak muda Prancis umumnya lebih memilih merayakannya bersama teman-teman di suatu resto atau cafe atau di rumah salah satu teman. Setelah itu mereka keluar rumah dan menikmati jalan-jalan dini hari di pusat kota. Menikmati udara dan tahun baru.

Ya, lagi-lagi, sih, tidak semua keluarga Prancis merayakannya seperti itu. Ini adalah contoh dari beberapa keluarga dan teman-teman yang saya lihat kebiasaannya selama hidup di Paris.

Ilustrasi foto: Chez Sylvie à Andilly. 

V. 12. Daylight Savings

Ilustrasi Waktu.

Yang menarik di Prancis, adanya daylight savings. Maksudnya ada perubahan waktu sejam lebih cepat di akhir musim semi. Sedangkan pergantian waktu sejam lebih lambat dilakukan di akhir musim gugur. Nah, tujuannya adalah menikmati sinar matahari sinar matahari lebih lama guna menghemat energi listrik dan sumber daya energi lainnya. 

Untuk menyesuaikan jam musim panas, biasanya pergantian dilakukan di akhir bulan maret, sekitar pukul 2 pagi. Dan menjelang musim dingin, pergantian waktu dilakukan di akhir bulan oktober pada pukul 2 pagi lagi.

Seperti kesan pertama, rasanya aneh ketika waktu tidur kita ´dipotong´ lebih cepat 1 jam menjelang musim panas. Dan ketika musim dingin, kita mendapat bonus tidur 1 jam lebih lama.

Jadi, perbedaan waktu antara Indonesia dan Prancis akan berganti 5 atau 6 jam tergantung musim-nya. 

V. 11 Berpendapat dan Berargumen Itu Perlu...



Satu hal lain yang saya pelajari di Paris, baik di sekolah atau kehidupan bermasyarakat adalah berani mengemukakan pendapat dan berargumen jika pendapat kita benar atau jika kita ingin mempertahankan pendapat kita. 

Jika kita diam saja, itu sama saja membiarkan ego mereka menguasai kita atau bahkan mereka menjajah kita. 


Enak, aja! Nggak terima, kan


Maka dari itu, mengemukakan pendapat itu sangat perlu, bahkan ngotot pun diperlukan jika pendapat kita benar dan lawan bicara kita ngeyel nggak mau kalah. Parahnya, kalau lawan bicara jadi menjatuhkan kita.



Sebenarnya capek juga, berargumen untuk mempertahankan pendapat kita. Tapi percaya, deh, sebenarnya mereka senang, kok, kalau kita jadi speak up. Kadang-kadang malah mereka mancing supaya berargumen yang akhirnya jadi eyel-eyelan

Mungkin itu karakter kebanyakan orang Paris. Ingat, ya, jangan men-generalisir semua hal. Ini hanya berdasarkan pengalaman saya saja.

Foto ilustrasi. Koleksi Rose.

V. 10. Transportasi Umum, Kamu Memang Juaranya!

Pose di stasiun bawah tanah, sebelum metro datang.

Yang membuat urusan beres di Paris adalah karena alat transportasi umum mendukung perjalanan dan mobilisasi kita. Kemacetan lalu lintas pasti ada dimana-mana, bahkan di seluruh kota di dunia. Tetapi, dengan alat transportasi yang sudah dibarengi perhitungan waktu, kita bisa tahu dan mengira-ngira waktu jarak tempuh dari rumah menuju tempat tujuan.

Misalnya jam berapa saya harus berangkat ke sekolah di pagi hari agar tidak terlambat. Transportasi umum di Paris memudahkan mobilisasi penduduknya dan membantu menghilangkan stres dengan kemacetan yang ada. Dengan sarana transportasi umum yang terbilang modern (walaupun ada kekurangan disana sini), Paris memperhitungkan kebutuhan penduduknya akan transportasi umum untuk membantu aktivitas warganya).



Ada aturan yang harus kita ketahui ketika kita memakai jasa transportasi umum. Contohnya bus dan kereta bawah tanah atau yang populer dengan sebutan ´Métro´. 

Untuk naik turun bus kota, ada pintu tertentu untuk naik dan turun. Biasanya, penumpang menaiki bus dari pintu depan. Kecuali jika bus-nya penuh, penumpang yang akan naik akan menunggu penumpang turun dari pintu belakang, lalu penumpang bergantian menaiki bus dan menempati tempat yang masih tersedia.

Asal jangan lupa memvalidasi tiket atau kartu pelanggan. Jika lagi sial ketika ada pemeriksaan mendadak, kita bisa dikenakan denda 30 kali lipat dari harga tiket. Saran saya, sebaiknya kita membayar tiket. Selain menunjukkan kesopanan sebagai warga negara asing yang mematuhi peraturan negara yang kita tinggali juga menunjukkan kualitas diri kita sendiri yang menghormati peraturan yang berlaku di negara itu.

Sedangkan untuk naik dan turun transportasi kereta bawah tanah, ada juga aturannya. Bagi para penumpang yang ingin menaiki kereta, sebaiknya memberikan jalan dan kesempatan kepada penumpang yang akan turun terlebih dahulu. Sikap antri, sabar dan tahu diri ditunjukkan oleh masing-masing individu. Tak jarang mereka beradu pendapat jika ada penumpang yang tidak sabar ingin menaiki kereta namun menghalangi penumpang lain yang ingin turun.

V. 9. Permisi, Numpang Lewat...

Ilustrasi tangga menuju stasiun kereta bawah tanah Paris.

Hal lain lagi yang saya perhatikan selama tinggal di Paris adalah kebiasaan mereka ketika naik dan turun eskalator atau tangga. Jika mereka tidak melanjutkan langkah kakinya di eskalator, maka mereka akan berdiri di pinggir kanan dengan tujuan memberi jalan bagi orang lain yang ingin melanjutkan langkah kakinya. 

Jika Anda berada di posisi ini (jika melanjutkan langkah kaki), ambillah jalur kiri dan jangan lupa mengucapkan ´permisi´, agar mereka memberi jalan, selain juga menunjukkan sopan santun.



Dan juga yang saya perhatikan adalah langkah kaki para penduduk Paris ini terbilang cukup cepat dan speed. Kalau dipikir, sih, mungkin seirama dengan kehidupan kota yang hiruk pikuk, sibuk dan selalu dikejar waktu.


V. 8. Ulang tahun: Siapa Mentraktir dan Ditraktir?



Pengalaman menarik lainnya adalah ulang tahun di Paris!

Di Jakarta, jika ulang tahun dirayakan di restoran atau café, otomatis orang yang ulang tahun membayar tagihannya, para tamu yang diundang (ada) yang membawa kado.


Nah, di Paris tidak. Justru yang ulang tahun tidak membayar tagihan, melainkan yang membayar adalah teman-teman yang datang. Atau membayar tagihan sendiri-sendiri sesuai dengan makanan dan minuman yang dikonsumsi atau bisa juga tagihan dibagi rata. Tergantung bagaimana kebijakan suara terbanyak.



Ulang tahun kejutan Dita dan Nana.


Pertama-tama sewaktu tinggal di Paris, sih, kayaknya aneh. Tetapi saya jadi maklum mengingat kehidupan di Paris memang mahal dan kita tidak bisa membayar tagihan yang tentunya bisa 8 kali lipat lebih mahal daripada harga restoran di Indonesia. 

Kalau begini ceritanya, kita yang ulang tahun tidak stres melihat tagihan. Dan tentunya kita jadi menikmati hari ulang tanpa ketakutan ´ditodong´ untuk mentraktir.

Foto Dita dan Nana: Koleksi David.

V. 7. Berpakaianlah yang Rapi..


Di Paris, cara berpakaian mereka memang modis. Tak heran, makanya Paris disebut pusat kota mode dunia. Bukan perkara hal itu. Menurut pengamatan saya, sehari-hari jika berada di rumah pun, masyarakat Paris berpakaian seperti halnya mereka bepergian. Rapi. Walalupun hanya t-shirt dan jeans. 

Ini menurut pengalaman saya, lho. Misalnya selesai bekerja atau pulang sekolah, mereka tetap berpakaian normal sampai berganti piyama menjelang tidur.

Pengalaman saya sendiri sehabis pulang sekolah pada saat musim semi atau menjelang musim panas adalah mengganti baju dengan kaos dan celana pendek. Hal ini aneh di mata mereka, keluarga homestay saya. Kenapa, ya? Sampai sekarang pun, saya belum menemukan jawabannya. Sementara teori saya berpendapat: mungkin untuk menghindari banyak cucian. Mungkin karena udara di Prancis lebih dingin, berbeda dengan di Indonesia yang lebih panas. Sehingga di Indonesia lebih isis dan nyaman memakai baju rumah berupa kaos dan celana pendek atau daster belel. Ya, apapun teori yang saya pikirkan, ketika saya bertanya pun, mereka tidak tahu pula jawabannya. Hanya bilang: kebiasaan kami yang tidak berganti pakaian, kecuali menjelang tidur.

Hal lain yang saya perhatikan ketika tinggal di daerah Paris 15, penduduknya modis berpakaian. Contoh kecil saja, ketika mereka membeli roti baguette (roti ala prancis yang bentuknya seperti pemukul baseball) di pagi hari , mereka tampil rapi dan memakai busana yang pantas untuk keluar rumah. Perpaduan warna juga diperhatikan. Pengamatan ini, entah hanya saya saja yang mungkin pemerhati atau memang kebanyakan penduduk Paris memang modis?


Oh iya, anggapan dan kebiasaan kebanyakan orang Prancis jarang mandi, sepenuhnya tidak benar. Saya jarang menemui anggapan kebiasaan ini ketika saya tinggal di Paris. Mungkin juga karena kebanyakan teman-teman Prancis yang saya kenal memang rajin mandi dan menggosok gigi.

V. 6. Party Rules!

Kebiasaan lain secara lisan di Paris, yang perlu diperhatikan juga ada waktu ´berisik´. 


Suasana pesta dress code 70´s ala kami di apartemen David.  David pun izin tertulis ke tetangga-tetangga. Harap maklum ada keberisikan.

Maksudnya, kita berhak melakukan ´keberisikan´ (misalnya ada pekerjaan rumah: mengetok paku di dinding, menggunakan mesin pembersih lantai atau aneka mesin lainnya, serta mendengarkan musik) dengan suara agak keras dari biasanya, di apartemen kita antara jam 8 pagi sampai jam 9 malam di hari-hari biasa. Dan di waktu weekend, mulai dari pukul 1siang sampai pukul 9 malam.

Kita tidak tinggal sendirian di kompleks apartemen. Tentunya ada beberapa lantai dan setiap lantai tentu ada beberapa pintu. Nah, sudah pasti ada tetangga, kan? Nah, jadi, peraturan lisan ini sebaiknya diperhatikan dan ditaati. Kita tidak mau juga, kan, kalau misalya tetangga ´berisik´ pada saat kita tidur atau menjelang tidur?

Kebiasaan yang harus diperhatikan juga adalah jika kita mengadakan pesta di apartemen. Misalnya di akhir pekan. Kebiasaan masyarakat Prancis adalah menempelkan kertas pemberitahuan (lengkap dengan hari, tanggal dan waktu serta nama penghuni dan nomer apartemen yang bersangkutan) di dekat kotak pos, di pintu masuk umum atau di dalam lift (jika gedung apartemen memilikinya). Hal ini bertujuan agar dibaca seluruh penghuni apartemen lainnya dan mengetahui secara tertulis bahwa akan ada pesta di apartemen kita.

Dengan kata lain, ini adalah bentuk lain dari ´mohon maklum jika kami melakukan keberisikan´. Berarti setelah pukul 9 malam, akan ada keberisikan yang berasal dari suara orang dan suara musik, dan sang pemilik hajat sudah meminta izin secara tertulis. Dan juga berfungsi menghindari adanya konflik dalam kehidupan bertetangga.

Pemberitahuan kecil ini semacam komunikasi tertulis antar tetangga, yang rata-rata memang tidak mengenal satu sama lain. Secara tidak langsung, kota besar memegang peranan penting menciptakan sifat individualis karena kerasnya kehidupan yang dijalani.

V. 5. Sebaiknya Membuat Janji Sebelum Bertamu...

Ilustrasi Ruang Tamu

Ada hal lain lagi yang menarik dalam kehidupan bermasyarakat di Paris. Kita tidak bisa datang ke rumah seseorang tanpa membuat janji terlebih dahulu. Lain hal jika kita sudah mempunyai hubungan pertemanan atau kekeluargaan yang sangat dekat dengan yang bersangkutan atau ada hal mendadak yang mau tidak mau membuat kita berkunjung ke rumah seseorang.

Selain itu pula, setiap apartemen atau rumah, masing-masing mempunyai kode tersendiri agar kita bisa masuk. Dan si empunya rumah atau apartemen, tidak akan gegabah memberikan kode masuk kepada setiap orang. 

Tidak ada penjaga atau satpam yang bekerja siang dan malam untuk menerima tamu yang menghubungkan dengan penghuni rumah. Kecuali mereka tinggal di kawasan eksklusif. Ya, selalu ada pengecualian. Itupun penjaga rumah atau apartemen tersebut tidak akan mengizinkan kita masuk sebelum mengkonfirmasikannya terlebih dahulu ke sang pemilik rumah atau apartemen. Privacy memang sangat dijaga.

Jika kita menelepon pun, sang pemiliki rumah berhak menolak kedatangan kita, jika dia memang benar-benar tak ingin kedatangan tamu mendadak. Kita tidak perlu mengambil hati dan menjadi tersinggung. Berfikirlah positif. Di lain waktu, kita coba membuat janji terlebih dahulu, daripada buang-buang waktu sudah jalan kesana, ternyata dia tidak membukakan pintu.


V. 4. Peraturan lisan: Tidak Menelepon di atas Pukul 10 Malam..



Kebiasaan menarik lainnya di Paris secara tidak tertulis, tetapi harus kita hormati adalah tidak menelepon seseorang ke nomor telepon rumah di atas pukul 10 malam, terutama di hari bekerja, sekolah dan kuliah. Kecuali kalau memang ada janji atau ada hal mendadak yang tidak bisa menunggu sampai keesokan harinya.


Pertama-tama ketika mengetahui peraturan lisan ini memang sedikit aneh. Kenapa, ya? Kok, rempong banget? Ya, karena mereka sudah bersiap akan tidur dan dianggap mengganggu anggota keluarga yang lain jika ada telepon berdering di atas pukul 10 malam. 

Menelepon ke telepon genggam? Silakan dicoba. Karena kebiasaan penduduk Paris pada umumnya juga adalah mematikan telepon genggam di malam hari.

Walaupun saat ini tidak banyak diterapkan oleh mayoritas penduduk Paris yang multi nasional dan tidak ada aturan tertulis yang diterapkan untuk hal ini, tetapi sebaiknya kita mengikuti sopan santun lisan tersebut.


Foto ilustrasi: Dita

V. 3. Tak kalah penting: Menghindari Pemakaian Kantong Plastik ketika Berbelanja...


Kebiasaan tidak menggunakan kantong plastik saat berbelanja juga sudah populer diterapkan di Prancis dan negara-negara eropa sudah sejak lama. Tujuannya adalah untuk menjaga kelestarian lingkungan agar tidak banyak sampah, terutama sampah plastik yang tidak bisa melebur dengan mudah.


Menurut pengamatan saya, waktu itu sudah banyak warga yang pergi berbelanja entah itu di pasar swalayan atau pasar tradisional yang menggunakan tas sendiri yang terbuat dari bahan atau menarik kereta berbelanja dengan roda kecil dengan bahan, motif dan ukuran yang bermacam-macam. 

Karena kebanyakan pasar swalayan atau pasar tradisional tidak menyediakan kantong plastik untuk membawa barang belanjaan. Jika mereka menyediakan, kita harus membelinya. Tidak dibagikan dengan cuma-cuma. Bagus memang idenya karena jadi menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan, walaupun hanya dengan 1 kantong plastik.

Kalau pendapat saja, malah membawa tas belanja lebih keliatan gaya daripada menenteng kantong plastik. Sedikit tips supaya belanja semangat, pilihlah tas belanja dengan motif yang lucu dan warna yang menarik.

Cerita Lanjutan:
http://puruhita-journey.blogspot.mx/2012/11/v-4-peraturan-lisan-tidak-menelepon-di.html

V. 2. . Ini penting! Menyortir sampah: organik dan non organik

Ilustrasi tempat sampah


Berkenaan dengan kehidupan sehari-hari di Paris, ini penting dilakukan:

Contoh nyata terhadap peduli lingkungan yang dimulai dari rumah adalah membuang sampah dengan menyortir terlebih dahulu. Atau sebutan populernya adalah membedakan sampah organik dan non-organik. Sampah kering dipisah dengan sampah basah. Botol plastik dan beling juga dibuang terpisah.

Memang rempong, sih, karena apartemen kami yang ukurannya super mini. Kami mempunyai 4 (empat) kantong plastik yang berbeda: sampah basah atau organik: yang berasal dari kupasan sayur atau buah, serbuk teh dan kopi. Lalu ada kantong sampah untuk sampah kering dari kemasan plastik/karton dari produk yang kami beli. Lalu ada kantong plastik untuk botol plastik dan botol beling.

Di pusat pembuangan sampah setiap apartemen, kami pun diwajibkan membuangnya ke masing-masing kontener yang telah ditentukan untuk sampah organik dan non organik, juga untuk botol plastik dan beling. Upaya ini mendapat dukungan dari pemerintah kota. Jika para tukang sampah menemukan sampah yang tidak sesuai dengan isi kontener, mereka bisa ngamuk dan melaporkan ke pemerintah kota bahwa warga apartemen ini, di jalan apa dan daerahnya bisa kena sangsi. Atau kalau sudah parah melanggar pembuangan sampah, para tukang sampah akan mogok dengan tidak akan mengangkut sampah di kompleks apartemen tersebut.

Sedikit catatan kecil dan pesan moral: 
Saya optimis kalau di Indonesia bisa menerapkan sistem pembuangan sampah organik dan non organik. Mulai dari lingkungan kecil dulu, seperti setiap rumah tangga, lalu mulai ke tingkat RT, RW, Kelurahan, Kecamatan dan sampailah ke pemerintah kota. Memang membutuhkan penyuluhan dan pendidikan agar setiap warga sadar akan kebersihan lingkungan untuk kesejahteraan hidup bersama. Saran saya, mulai dahulu dari diri sendiri dan keluarga di rumah.

Cerita Lanjutan:
http://puruhita-journey.blogspot.mx/2012/11/v-3-tak-kalah-penting-menghindari.html

V. 1. Lain ladang, lain belalang..lain lubuk lain pula ikannya *

Dari cerita-cerita sebelumnya tentang pengalaman hidup di Paris, tentunya berbeda dengan pengalaman hidup di Indonesia, maupun pengalaman hidup di benua amerika latin (untuk amerika latin, akan saya ceritakan di bab selanjutnya, ya). 

Seperti kata peribahasa Indonesia: ladang lain belalang, lain lubuk lain pula ikannya. Sudah tahu, dong, artinya. Ya, maksudnya setiap daerah memiliki adat istiadat berbeda.



Saya tidak ingin membedakan atau membandingkan kehidupan di Indonesia atau di Prancis atau di benua amerika selatan, karena masing.masing mempunyai tata cara hidup yang uni. Tetapi, dengan adanya perbedaan gaya hidup, budaya serta kebiasaan masyarakat setempat, tentu memperkaya wawasan kita. Tinggal kita memilih yang negatif atau positif, karena semuanya ada- Tergantung bagaimana kita menyikapinya. 

Yang jelas, secara tidak saya sadari, rasa toleransi yang tinggi timbul dengan sendirinya. Saya jadi mempunyai sudut pandang yang terbuka dengan mengalami perbedaan itu sendiri dengan ´nyemplung´ langsung dalam kehidupan bermasyarakat.

Pengalaman pertama dan kesan pertama seringnya membuat takjub. Entah itu kesan bagus, tidak bagus atau biasa saja. Dengan banyak travel book guide yang ´bertebaran´ dimana-mana, yang menceritakan dengan detik tentang keadaan suatu kota atau negara, hotel yang murah meriah namun bersih, resto dan cafe yang sesuai budget sampai tempat-tempat menarik untuk dikunjungi, dibahas lengkap. Tetapi, ada hal-hal yang tidak tertulis dalam travel book guide tersebut.

Nah, beberapa hal menarik yang berhasil saya kumpulkan selama tinggal di Paris…