Like

Selasa, 13 November 2012

III. 6. Rindu Mantan Big Boss yang Galak Tapi Baik Hati

Selama berstatus sebagai pelajar, kita diperbolehkan bekerja 20 jam per minggu denga mengurus izin bekerja. Ini adalah peraturan yang harus ditaati di Prancis waktu itu. Pekerjaan legal yang saya lakukan semasa bersekolah adalah menjemput anak orang lain sepulang sekolah. 

Tahun pertama, saya bekerja menjemput anak berusia 2 tahun di tempat penitipan anak setiap pukul 4 sore. Lalu saya membawanya pulang untuk dimandikan dan bemain bersama sampai orang tua si anak pulang ke rumah pukul 7 malam. Pekerjaan ini saya lakoni selama 6 bulan. 


Di tahun kedua, pekerjaan saya tetap sebagai penjemput anak. Kali ini adalah anak berusia 7 tahun. Saya menjemputnya sekitar pukul 16.30 lalu membawanya ke rumah. Menemani membuat pekerjaan rumah dan bermain dengannya sampai si orang tua pulang sekitar pukul 7 malam.


Bisa dibilang, dengan memilih melanjutkan sekolah ke Paris, otomatis saya meninggalkan semua kehidupan yang tengah dijalani di tanah air. Dengan kata lain, saya memulai hidup dari nol. Tentunya sedih meninggalkan keluarga, teman-teman dan orang-orang tersayang. Tetapi kalau tekad sudah bulat, perasaan itu bisa ditutupi dengan antusias menyambut petualangan baru di negara lain.

Selama memulai kehidupan baru di negara yang sama sekali asing memang tidak mudah. Selain harus konsentrasi penuh di sekolah, juga harus siap bekerja apa saja untuk memenuhi kehidupan hidup. Kalau dipikir-pikir lagi, sebelum memutuskan ke Paris, saya sudah mempunyai pekerjaan yang saya sukai, posisi lumayan bagus dan menantang karena pada saat saya memutuskan keluar dari pekerjaan, promosi pekerjaan pun datang. Yang tadinya sibuk sebagai sekretaris redaksi majalah wanita, saya dipromosikan menjadi redaktur mode dan kecantikan. Tugas yang menyenangkan karena berhubungan dengan pembuatan cover majalah, halaman mode dan kecantikan terkini.

Sedih sekali ketika saya harus benar-benar memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan dan posisi baru yang tengah saya nikmati. Setidaknya saya berhasil membuat 3 sesi foto cover sebelum saya terbang menjauh ke eropa. Dan lebih senangnya, hasil tersebut berhasil lolos quality control dan layak dijadikan cover majalah.

Jika lagi melamun, saya sering berfikir: ngapain, ya, gue disini? Mendingan tetap bekerja di majalah wanita itu. Tentunya akan banyak hasil foto cover dan halaman mode yang sudah saya kerjakan. Dan lagi-lagi saya tidak boleh menyesal dengan pilhan yang sudah saya putuskan dan saya jalani.

Sebenarnya kalau mau jujur, yang membuat saya rindu adalah mantan big boss. Beliau ini walaupun kelihatannya tegas, tetapi hati dan jiwanya tulus. Gaya bicaranya ceplas ceplos dan apa adanya. Terus terang saya lebih menyukai tipe bos yang seperti ini. Dengan demikian, tidak ada yang disembunyikan ketika bekerja. Kalau hasil notulen, tulisan atau foto tidak bagus atau kurang bagus, maka beliau akan mengatakan yang sebenarnya.

Sementara dengan kehidupan di Paris, bos saya yang tak lain adalah orang tua si anak berusia 2 tahun ini, sombong dan perhitungannya minta ampun. Karena saya digaji per jam, maka setiap menit pun dihitung olehnya. Ya ampun! Semula, sih, kaget. Karena saya mengira cingcay aja, deh. Toh saya nggak perhitungan dengan perjuangan di jalan hingga tiba di rumahnya. Saya tidak menghitung transport yang saya keluarkan. Tetapi, jika bekerja dengan orang Prancis, ya, siap-siap kaku, deh

Setiap kali sehabis menjaga anaknya, si ibu atau si bapak akan menanyakan bahwa si anak ngapain aja. Trus tadi di tempat penitipan anak, petugasnya bilang apa aja, dsb, dsb. Nah, saya harus menerangkan dengan detil dan benar. Karena kalau tidak, bisa saja kita dianggap teledor dan tidak serius dengan pekerjaan ini. Ya, memang benar, sih. Menjaga anak kecil itu taruhannya nyawa. Lengah sedikit, kita tidak tahu apa yang akan terjadi.

Dalam menuju perjalanan pulang, saya melamun lagi. Siapa bilang hidup di Paris itu enak dan menyenangkan? Itu hanya kemasan. Coba, deh, nyemplung ke dunia pekerjaan yang lebih serius. Belum lagi menghadapi karakteristik orang Prancis yang menurut saya kaku dan seringnya jarang ada toleransi. Saya saja baru mengalami pekerjaan kecil seperti ini sudah bisa merasakan tidak nyamannya bekerja dengan mereka. 

Tetapi apa boleh buat. Dan saya harus selalu merasa bersyukur bahwa bisa merasakan pengalaman seperti ini. Ah, membayangkan dinamisnya bekerja di majalah, membuat saya rindu dengan suasana dan tentunya rindu dengan teman-teman dan mantan bos yang galak namun baik hati.

(Untuk semua mantan bos yang memberikan pengalaman berharga dalam bidang pekerjaan apapun)

Cerita Lanjutan:
http://puruhita-journey.blogspot.mx/2012/11/iv-1-serunya-show-di-luar-kota.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar