Like

Minggu, 31 Maret 2013

X. 5. Trip Yogyakarta: Belajar Menenun


Masih cerita tentang kegiatan pulang kampung ke Jawa. Setelah nyekar ke makam leluhur dan belajar teknik pewarnaan batik, kali ini ingin merasakan belajar menenun.

Masih ada seminggu tersisa masa tinggal di Yogyakarta, saya pun memutuskan untuk mengunjungi desa tenun seharian dan belajar menenun di rumah salah satu penduduk di daerah Moyudan, sebelah barat Yogyakarta.

(Atas): hamparan sawah hijau di sekeliling Moyudan. (Tengah): Berhenti sejenak untuk mengamati  seorang nenek yang sedang memintal kapas menjadi benang. (Bawah): Menenun tidak hanya menggunakan benang, tetapi juga daun pandan.

Karena menginap di tengah kota Yogyakarta, jarak yang ditempuh ke daerah Moyudan lumayan jauh. Sepanjang perjalanan sangat menyenangkan karena sekeliling saya adalah hamparan sawah hijau yang sangat luas dan hijau.

Ketika tiba di desa Gamplong, saya nekat saja bertanya kepada salah penduduk bahwa saya ingin belajar menenun seharian dan ingin mengetahui tekniknya. Si pemilik rumah yang baik hati dan ramah, cukup kaget juga atas kenekatan saya karena memang saya tidak menelepon atau membuat janji terlebih dahulu.

Tetapi itulah keramahannya orang Jawa, saya pun dipersilakan masuk dan diperkenalkan oleh para ibu menjelang usia senja yang masih giat bekerja menenun. Mereka ada sepuluh orang lebih. Saya yang tidak mahir berbahasa jawa (walaupun asli dari Jawa), juga mendapat kursus bahasa jawa secara tidak langsung dari percakapan kami seharian penuh itu. Kursus singkat tenun sehari itu diisi dengan canda, tawa dan guyonan khas jawa. Khas ibu-ibu versus anak muda. Seru..

Kegiatan sehari-hari para ibu di Moyudan, Yogyakarta, yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan.

Seharian saya belajar menenun dari benang katun dan juga dari daun pandan. Ini yang sering kita lihat hasilnya, seperti tikar pandan.

Benang dan pewarnaan tenun juga ada prosesnya tersendiri dulu. Karena yang ingin saya pelajari adalah cara menenun, maka konsentrasi saya kepada teknik menggunakan mesin tenun yang masih dijalankan secara manual oleh tenaga manusia. Ya, tenaga ibu-ibu usia senja ini. Mereka adalah penduduk sekitar yang memang mempunyai keterampilan menenun secara turun temurun.

Di sepanjang desa tenun ini, kegiatan tidak hanya menenun tetapi sepanjang jalan saya melihat beberapa nenek yang tekun memintal kapas menjadi benang sambil menjaga toko kelontong miliknya. Hasil pintalan tersebut biasanya akan mereka jual ke tempat-tempat pengrajin tenun rumahan. Jadi, dalam satu desa, kegiatan satu sama lain saling menunjang.

Terharu saya menghabiskan seharian di desa tenun ini. Tidak hanya belajar tentang teknik tenun, tetapi jadi mengetahui kehidupan mereka sehari-hari dari menenun.

Untuk para ibu yang bekerja keras dan masih melestarikan budaya tenun.
Yogyakarta, awal tahun 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar