Inilah kami! Lengkap dengan alm. Pak Sumarno dan Pak Ari. |
Saya tidak salah memilih UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang ditawarkan di UI untuk kegiatan para mahasiswanya. Dan Liga Tari menyatu dalam kegiatan kehidupan saya. Latihan
reguler yang dilakukan setiap hari minggu, show,
latihan latihan tambahan selain hari minggu, membuat saya semakin akrab dengan seluruh anggota yang terdiri dari para mahasiswa dari berbagai angkatan, fakultas dan jurusan di Universitas Indonesia.
Di Liga Tari, kami mempelajari berbagai tarian dari daerah Jakarta, Sumatera dan Jawa Timur. Kami berbaur dengan berbagai angkatan dan saling membantu. Bahkan rasa kekeluargaan dan kekerabatan semakin terasa ketika kami lulus dari UI. Masih saling kontak dan bahkan tetap diminta bantuan ketika mereka ada show besar.
Tak hanya itu, pertalian pertemanan dengan anggota Liga Tari UI membawa dampak luas secara internasional.
Di Liga Tari, kami mempelajari berbagai tarian dari daerah Jakarta, Sumatera dan Jawa Timur. Kami berbaur dengan berbagai angkatan dan saling membantu. Bahkan rasa kekeluargaan dan kekerabatan semakin terasa ketika kami lulus dari UI. Masih saling kontak dan bahkan tetap diminta bantuan ketika mereka ada show besar.
Tak hanya itu, pertalian pertemanan dengan anggota Liga Tari UI membawa dampak luas secara internasional.
Menjelang kelulusan diploma 3 di pertengahan tahun 2000,
saya mendapat kado terindah dari
kegiatan tari menari: Misi Budaya ke Prancis dan Spanyol selama sebulan. Bagi saya, perjalanan misi budaya
ini bukan puncak karier saya yang telah bergabung di UKM ini, tetapi menjadi titik balik bahwa sampai dimana kesetiaan terhadap UKM yang telah memberikan banyak pengalaman dan membuka pintu melihat
negeri di seberang sana.
Merasakan
perjuangan untuk bisa berangkat memperkenalkan budaya Indonesia khususnya di
bidang tari menari, bukanlah perkara mudah. Banyak hal dipersiapkan. Selain
materi tari yang bermutu, fisik dan mental juga dipersiapkan secara matang. Ditambah harus bijak membagi waktu antara kuliah, keluarga, teman, diri
sendiri, latihan rutin, dan mencari dana.
Ketika
waktu keberangkatan, berbagai macam perasaan emosional datang bersamaan. Tidak
hanya emosi yang bercampur gembira dan haru, tetapi juga merasakan kelegaan
bahwa perjuangan kami –setidaknya— sudah berhasil sampai tahap keberangkatan mengikuti
Festival Tari Rakyat Sedunia. Orang tua yang selalu mendukung dan memberikan
semangat, dengan sabar mengantar kami sampai ke pintu keberangkatan. Pesan ibu
hanya satu waktu itu: banyak berdoa.
Perjalanan
panjang dengan transit di bandara Abu Dhabi dan akhirnya kami mendarat di
bandara Paris dengan selamat. Setelah pemeriksaan dokumen dan mengambil barang,
kami disambut oleh panitia festival tari yang mengundang kami.
Kami tiba di Bandara Paris, Charles de Gaulle
Kami
tiba di Paris! Kota sejuta cahaya ini menawarkan berbagai suasana. Dimana Menara Eiffel menjulang serta aliran Sungai
Seine yang mengalir tenang yang memberikan banyak inspirasi seniman seluruh
dunia untuk karyanya atau istana-istana raja yang berdiri kokoh seperti yang
ada di dalam dongeng.
Dari
bandara, kami mampir ke KBRI Paris untuk lapor diri dan menitipkan semua paspor
kami. Pihak KBRI memberikan nasi kotak masakan Indonesia untuk rombongan kami
sebagai bekal di perjalanan. Ya, kami
tidak menari di Paris, tetapi di kota-kota kecil di tenggara Prancis dan di dua
kota di Spanyol.
Inilah rute perjalanan kami selama di Prancis dan Spanyol. |
Menuju
Gueugnon: our heart stay there…
Setelah urusan lapor diri selesai, kami langsung menuju kota pertama
tempat festival berlangsung, Gueugnon. Kota yang berada di bagian Prancis
tenggara. Dengan menumpang bus yang disediakan oleh panitia festival, kami
menempuh perjalanan hampir 4 jam.
Kami tinggal beberapa malam di
kota Gueugnon dengan jadwal menari yg padat. Rombongan pun dipecah beberapa
grup untuk dibagikan tempat tinggal. Sebagian besar tinggal di rumah penduduk
lokal dan asrama sekolah.
Keesokan harinya dan beberapa hari ke depan, kami menari di panggung besar yang didirikan di depan kantor walikota, di pasar kaget, di sekolah dan di Panti Jompo.
Keesokan harinya dan beberapa hari ke depan, kami menari di panggung besar yang didirikan di depan kantor walikota, di pasar kaget, di sekolah dan di Panti Jompo.
Makan pagi bersama anak-anak sekolah di Gueugnon |
Karena rasa kekeluargaan yang erat
dan berbaur dengan penduduk setempat, menjadi kendala ketika kami harus
meninggalkan Gueugnon untuk melanjutkan festival di kota berikutnya.
Mengucapkan selamat tinggal dan lambaian tangan diiringi mata berkaca-kaca
mengantar kepergian kami.
Berpose di tengah-tengah menunggu giliran karnaval. Ki-Ka Atas: Andhini, Diana, Inoy, Mia, Amatul, Dwi dan Saya. Ki.-Ka Bawah: Kris (bersama sisingaan) dan Wayan. |
Ourense: Kota Pertemuan di Ujung Barat Spanyol
Perjalanan tidak berhenti sampai disini. Kami melanjutkan ke kota Ourense,
di bagian barat Spanyol yang nyaris berbatasan dengan Portugal. Di kota ini,
kami dikunjungi oleh alm Pak Sumarno, salah satu alumni UI yang banyak memberikan
dukungan untuk Misi Budaya ini. Dan juga Pak Ari, wakil Dekan
FISIP UI yang juga Pembina Liga Tari UI.
Festival disini yang paling seru.
Kami tidak hanya bertemu dengan teman-teman berbagai negara, tetapi juga kami
tinggal di asrama sekolah dan dekat sekali dengan pusat kota. Jadwal festival
yang padat setiap sore dan malam serta ada juga workshop bersama beberapa negara setelah makan siang, membuat kami
sibuk dengan kegiatan baru ini. Tetapi bukan berarti kami tidak mempunyai waktu
jalan-jalan ke pusat kota.
Tari Saman, salah satu tarian yang kami tampilkan di berbagai kota selama festival berlangsung. |
Di Ourense ataupun sebagian besar kota-kota lainnya di Spanyol, toko-toko dan pusat perniagaan tutup antara jam 2 siang - jam 5 sore. Ya, olooohhh..ternyata tradisi ´la siesta´ (tidur siang) peninggalan nenek moyang masih terawat baik di kota ini. Sementara jadwal istirahat, makan siang dan tidak ada agenda parade dan jadwal pentas, ya, di jam yang sama ketika toko-toko pada tutup. Ih, kesel!. Tak ada jalan lain selain foto-foto di setiap sudut kota. Nggak bisa belanja. Dan hari terakhir di Ourense, seperti kejar setoran untuk membeli sekedar kenang-kenangan. Ini semacam pencarian harta karun dan berpacu dengan waktu. Seru!
Port-sur-Saone: Petugas Pendamping kami doyan Mi Instan!
Akhirnya festival di Ourense selesai dan kami kembali ke Prancis dan melanjutkan Festival di kota Port-sur-Saone, yang terletak di Prancis tenggara, dekat perbatasan Swiss. Di festival yang diikuti oleh 14 negara, kami meraih penghargaan. Betapa
bangganya.Di akhir festival, kami menerima penghargaan. |
Kalau pengalaman seru ada di Ourense, sedangkan yang lucu disini. Petugas pendamping yang
mendampingi kami adalah sepasang anak muda asli penduduk kota tersebut. Mereka
bukannya sibuk mendampingi kami, seperti memberitahu jadwal show atau sekedar
mengajak orientasi festival, tetapi malah sering bertengkar. Berakhirnya, si
cewek selalu mewek.
Kami tidak mengerti bahasa prancis saat itu, hanya menebak-nebak sebabnya. Seperti orang Prancis kebanyakan, mereka tidak berbahasa inggris. Untunglah ada Cédric, pendamping kami yang setia mengikuti jadwal festival sejak awal. Cédric yang pernah tinggal di Indonesia dan bisa sedikit berbahasa Indonesia menjelaskan kepada kami mengapa mereka berantem. Sebenarnya bukan urusan kami mereka bertengkar, tetapi masalahnya waktunya sering tidak pas di saat mereka harus ´bekerja´. Misalnya ketika parade dimulai, pembagian waktu show atau ketika show akan berlangsung.
Kami tidak mengerti bahasa prancis saat itu, hanya menebak-nebak sebabnya. Seperti orang Prancis kebanyakan, mereka tidak berbahasa inggris. Untunglah ada Cédric, pendamping kami yang setia mengikuti jadwal festival sejak awal. Cédric yang pernah tinggal di Indonesia dan bisa sedikit berbahasa Indonesia menjelaskan kepada kami mengapa mereka berantem. Sebenarnya bukan urusan kami mereka bertengkar, tetapi masalahnya waktunya sering tidak pas di saat mereka harus ´bekerja´. Misalnya ketika parade dimulai, pembagian waktu show atau ketika show akan berlangsung.
Pengalaman lucu lainnya adalah si cowok doyan banget mi instan. Kami memang
membawa stok mi instan super banyak. Tengah malam setelah pentas, kadang-kadang
kami menyantap mi instan. Tergantung situasi tempat tinggal, apakah
memungkinkan untuk masak atau tidak. Nah,
di Port-sur-Saone ini, kami tinggal di asrama sekolah yang ada dapur umumnya,
jadi kami bisa memasak.
Suatu malam sehabis pentas, si cowok petugas pendamping itu ikutan menyantap mi instan. Eh, malam berikutnya dia datang lagi,
untuk minta mi instan lagi. Lah? Haha..jelas, nggak dikasih lagi! Pelit, ya?
Karena perjalanan kami masih lama dan itu untuk bekal di kota-kota selanjutnya.
Berbagi
bus dengan Jepang
Setelah Port-sur-Saone, kami melanjutkan
festival di kota-kota sekitarnya, seperti Vesoul, Remiremont dan Haguenau.
Selama perjalanan ke beberapa kota tersebut, yang tadinya bus besar milik kami,
harus berbagi tempat dengan rombongan budaya dari Jepang. Seru tapi rempong. Duduk sempit-sempitan nggak apa-apa, tapi barang bawaan mereka
yang banyak banget dan makan tempat.
Seperti topi lebar, bunga-bunga dan berbagai perlengkapan pentas lainnya.
Sempat berfoto dengan teman-teman dari Yugoslavia
Pengalaman yang menjadi kenangan adalah kami selalu menyempatkan berfoto dengan teman-teman berbagai negara. Negara-negara yang sering kami jumpai yaitu dari eropa timur, seperti Polandia dan Yugoslavia. Kami beruntung pernah berfoto dengan mereka yang waktu tahun 2000, negara tersebut masih kokoh berdiri. Dan sekarang negara itu hanya tinggal cerita. Berpetualang kemana, ya, teman-teman kami itu?
Berfoto bersama teman-teman dari Yugoslavia. |
Indonesia Raya berkumandang
Dalam perjalanan ke salah kota
setelah Port-sur-Saone, kami sejenak berhenti untuk mengheningkan cipta dan
menyanyikan lagu Indonesia Raya untuk menghormati Hari Kemerdekaan RI, 17
agustus 2000. Ide ini datang dari Ucuy, koreografer kami. Suasana haru pun
dominan di hari itu. Karena kami berada di tempat yang jauh dari Indonesia, rasa
nasionalisme dan perasaan bangga akan negara sendiri pun muncul dengan
sendirinya.
It´s finished but it´s not over (yet)
Akhirnya, festival tari ini
berakhir di kota Haguenau di hari ke-29 kami menjelajah Prancis dan Spanyol. Waktu
jugalah yang memisahkan kami dari pengalaman berharga ini.
Pesan moral yang kami dapatkan dari perjalanan ini adalah membuat kami tidak hanya mempunyai rasa toleransi yang tinggi, namun juga melatih diri menjadi mandiri, menghargai orang lain, tidak egois dan tentunya bertambah bijaksana.
Bisa dikatakan juga bahwa perjalanan Misi Budaya ini sangat berharga bagaimana menghadapi konflik antar sesama peserta, menahan emosi, mencari jalan keluar ketika ada masalah saat show atau di perjalanan serta menghilangkan sifat egois. Juga tentunya tumbuh rasa kekeluargaan, rasa saling menghargai antar sesama penari, pemusik, pendamping dan orang-orang yang membantu kelancaran terlaksananya Misi Budaya ini.
Pesan moral yang kami dapatkan dari perjalanan ini adalah membuat kami tidak hanya mempunyai rasa toleransi yang tinggi, namun juga melatih diri menjadi mandiri, menghargai orang lain, tidak egois dan tentunya bertambah bijaksana.
Bisa dikatakan juga bahwa perjalanan Misi Budaya ini sangat berharga bagaimana menghadapi konflik antar sesama peserta, menahan emosi, mencari jalan keluar ketika ada masalah saat show atau di perjalanan serta menghilangkan sifat egois. Juga tentunya tumbuh rasa kekeluargaan, rasa saling menghargai antar sesama penari, pemusik, pendamping dan orang-orang yang membantu kelancaran terlaksananya Misi Budaya ini.
Yang lebih pentingnya lagi adalah
kebudayaan Indonesia yang sangat beraneka ragam, yang berasal dari berbagai
propinsi dan daerah bisa kami perkenalkan. Walau tidak semua, tetapi kami
berhasil membawa Propinsi Aceh, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Timur dan Bali ke dunia internasional. Inginnya Budaya Indonesia yang lain juga
dikenal di mancanegara. Suatu saat semoga saja cita-cita kami tercapai dengan
dilanjutkannya Misi-misi Budaya selanjutnya oleh generasi penerus Liga Tari
Mahasiswa UI 'Krida Budaya'.
Tari Glipang dari Jawa Timur ditampilkan oleh Dwi, Toby, Edhi dan Herman. |
Cerita tersisa dari Misi Budaya...
- Pengalaman kami selalu seru setiap pindah negara. Entah itu masalah pembagian tempat tinggal dan kamar, tetapi juga sampai acara rebutan ke kamar mandi dan antrian makan siang dan malam yang cukup panjang. Apalagi jika kami menginap di asrama mahasiswa bersama peserta negara-negara lain. Kebayang, dong, antriannya?
- Curi-curi pandang sesama peserta festival antar negara adalah hal seru. Tapi, kalau yang dicuri-curi pandang ternyata tidak suka perempuan? Langsung kami patah hati ;(
- Perjalanan di bus yang berjam-jam, seringkali membuat kami susah tidur atau mati gaya. Koreografer kami, Ucuy, memilih untuk tidur melantai di koridor bus. Dan...kejatuhan koper! Teganya kami bukan langsung menolong dengan mengangkat koper yang meniban dirinya, tetapi malah tertawa ngakak. Maaf, ya, Cuy...
- Telepon dan handpone masih menjadi barang langka dan mahal. Belum ada yang namanya facebook, twitter, blackberry messeger sampai line dan whatsapp. Tidak bisa update berita apalagi status, hihi...Oleh karena itu, melalui foto-foto dan video kami bercerita mengenai pengalaman berharga kami.
(Untuk teman-teman Liga Tari UI
Misi Budaya tahun 2000: Lia, Andhini, Sovi, Inoy, Rama, Mia, Diana, Kris,
Wayan, Dwi, Herman, Toby, Edhi. Dan juga Ucuy, koreografer. Para pemusik
berbakat: Ntong, Da Nas, Da Wan, Da Samsir, Mas Wahyu. Sang fotografer handal,
Amatul dan juga Cedric, LO yang setia mendampingi. Juga untuk alm. Pak Sumarno D dan Pak Ari yang mendukung kegiatan kami. Tak lupa juga untuk semua keluarga
besar Liga Tari UI. Dan juga untuk Aan, ananda tercinta alm Pak Sumarno D, yang merelakan ayahanda menenguk kami jauh-jauh dari Indonesia ke Spanyol)
Foto: Koleksi Saskia dan Amatul
Foto peta: google maps
Papa selalu menganggap anak2 liga tari UI adalah anak2nya sendiri. It's been one of his pride and joy to see you all promoting Indonesia.pls send your prayers for him on heaven.Big hugs
BalasHapusWe'll do, darling....
HapusOh Ita....ingat masa2 yg penuh kenangan indah. Ciamik x nih bahasanya smp gue ngakak, terharu, senyum2. Bravo !!!!!
HapusHR
Hihihi..iyaaaaa..lucu banget, kan kita waktu Misi Budaya itu..banyak sukanya...jadi kangen!
HapusHallo mba, aku vichi Liga Tari 2010 dan menjadi kontingen misi budaya 2015 ini.
BalasHapusCerita mba bagus sekali, seru banget misi pada tahun 2000. Senang sekali aku bacanya :)
Sekedar info, misi budaya 2015 akan mengadakan konser pelepasan kontingen pada akhir mei 2015 nanti. Berikut informasinya :)
"Karena salah satu nikmat terbesar dalam seni adalah berbagi; berbagi keindahan, pesan, dan kebahagiaan."
Liga Tari Mahasiswa Universitas Indonesia Krida Budaya mempersembahkan
PANGGUNG KRIDA LOKA
"Menari Membudaya Indonesiaku"
Pertunjukan tari dan musik tradisional Indonesia dengan dukungan audiovisual yang dikemas secara spektakuler.
Penata Artistik: Tom Ibnur
Asisten Penata Artistik: Elivia Mirzarani
Penata Musik: Anusirwan
Asisten Penata Musik: Sukarsa
Kolaborasi dengan Adra Karim (Musisi Jazz), Niniek L. Karim, dan Drs. AG. Sudibyo, M.Si.
Tempat:
Soehanna Hall, The Energy Building
SCBD, Sudirman, Jakarta.
22 - 24 Mei 2015
*Jumat, 22 Mei 2015
20.00 - 21.30 WIB
*Sabtu, 23 Mei 2015 13.30 - 15.00 / 16.30 - 18.00 / 20.00 - 21.30
*Minggu, 24 Mei 2015 13.30 - 15.00 / 16.30 - 18.00 / 20.00 - 21.30
Undangan-donasi:
VVIP : min Rp. 750.000
VIP : min Rp 500.000
Kelas 1 : min Rp 250.000
Kelas 2 : min Rp 100.000
Pemesanan undangan:
Sherly : 082233111020/527E9559
Ulfah : 085810490941/7D283BE7
Jadilah SAKSI karya kami bagi bangsa Indonesia dan DUNIA dalam Krida Loka 2015
Salam Budaya!
Info lebih lanjut:
Twitter/instagram: @kridabudaya
Website: www.kridabudaya.com/kridaloka
FB Fanspage: Liga Tari Mahasiswa UI Krida Budaya
Berharap mba bisa menonton konser kami.
Terima kasih.. Salam,
vichi
Hallo mba, aku vichi Liga Tari 2010 dan menjadi kontingen misi budaya 2015 ini.
BalasHapusCerita mba bagus sekali, seru banget misi pada tahun 2000. Senang sekali aku bacanya :)
Sekedar info, misi budaya 2015 akan mengadakan konser pelepasan kontingen pada akhir mei 2015 nanti. Berikut informasinya :)
"Karena salah satu nikmat terbesar dalam seni adalah berbagi; berbagi keindahan, pesan, dan kebahagiaan."
Liga Tari Mahasiswa Universitas Indonesia Krida Budaya mempersembahkan
PANGGUNG KRIDA LOKA
"Menari Membudaya Indonesiaku"
Pertunjukan tari dan musik tradisional Indonesia dengan dukungan audiovisual yang dikemas secara spektakuler.
Penata Artistik: Tom Ibnur
Asisten Penata Artistik: Elivia Mirzarani
Penata Musik: Anusirwan
Asisten Penata Musik: Sukarsa
Kolaborasi dengan Adra Karim (Musisi Jazz), Niniek L. Karim, dan Drs. AG. Sudibyo, M.Si.
Tempat:
Soehanna Hall, The Energy Building
SCBD, Sudirman, Jakarta.
22 - 24 Mei 2015
*Jumat, 22 Mei 2015
20.00 - 21.30 WIB
*Sabtu, 23 Mei 2015 13.30 - 15.00 / 16.30 - 18.00 / 20.00 - 21.30
*Minggu, 24 Mei 2015 13.30 - 15.00 / 16.30 - 18.00 / 20.00 - 21.30
Undangan-donasi:
VVIP : min Rp. 750.000
VIP : min Rp 500.000
Kelas 1 : min Rp 250.000
Kelas 2 : min Rp 100.000
Pemesanan undangan:
Sherly : 082233111020/527E9559
Ulfah : 085810490941/7D283BE7
Jadilah SAKSI karya kami bagi bangsa Indonesia dan DUNIA dalam Krida Loka 2015
Salam Budaya!
Info lebih lanjut:
Twitter/instagram: @kridabudaya
Website: www.kridabudaya.com/kridaloka
FB Fanspage: Liga Tari Mahasiswa UI Krida Budaya
Berharap mba bisa menonton konser kami.
Terima kasih.. Salam,
vichi
Ha Vichi..sukses ya untuk persiapan Misi Budaya dan Gelar Pamit Krida Loka-nya.
BalasHapusTerima kasih undangannya..tapi aku nggak bisa hadir karena tinggal di Prancis.
Nanti aja pas kalian ke Portugal, Spanyol dan Belgium, mudah2an aku bisa mengunjungi kalian di salah satu negara itu.