Pada saat itu, saya tidak bisa melamar untuk mendapatkan beasiswa dari pemerintah Prancis, pemerintah Indonesia atau dari yayasan manapun, karena saya belum memenuhi syaratnya, yaitu ditujukan untuk para mahasiswa yang telah mendapat gelar S1. Sementara, saya baru menyelesaikan sekolah sampai tahap Diploma 3.
Saya pun menerima kenyataan ini dengan lapang dada. Saya memutuskan untuk mengubur sementara keinginan ini dan mulai berkarya di Indonesia. Lalu berusaha kembali menjalani hidup dan memulai mencari pekerjaan. Untuk hal yang ini, saya tahu apa yang saya mau: tidak ingin bekerja sesuai dengan bidang studi yang saya pelajari. Itu bukan bidang saya.
Hidup terus berlanjut, saya terus
mencari pekerjaan yang saya inginkan (setidaknya di perusahaan mana saya ingin
bekerja) sambil tetap latihan rutin setiap minggu di Balai Mahasiswa UI
Salemba.
Walaupun kami sudah lulus dari UI, tetapi kami mempunyai keterikatan tetap latihan rutin untuk menunjukkan masa bakti setelah Misi Budaya selesai.
Di sela-sela latihan rutin dan kami masih asyik berbagi cerita tentang perjalanan Misi Budaya kami dengan para anggota, muncul ide untuk menulis cerita perjalanan Misi Budaya lalu ke salah satu perusahaan majalah di Jakarta. Saya pun memberanikan diri untuk menyerahkan tulisan disertai foto-foto (waktu itu belum populer yang namanya flash disc atau kamera digital). Ketika memasuki kantornya yang sederhana namun menggambarkan dengan ciri kantor majalah yang dinamis, saya tertarik untuk melamar bekerja di perusahaan itu. Perusahaan itu adalah perusahaan majalah wanita pertama, Femina.
Walaupun kami sudah lulus dari UI, tetapi kami mempunyai keterikatan tetap latihan rutin untuk menunjukkan masa bakti setelah Misi Budaya selesai.
Di sela-sela latihan rutin dan kami masih asyik berbagi cerita tentang perjalanan Misi Budaya kami dengan para anggota, muncul ide untuk menulis cerita perjalanan Misi Budaya lalu ke salah satu perusahaan majalah di Jakarta. Saya pun memberanikan diri untuk menyerahkan tulisan disertai foto-foto (waktu itu belum populer yang namanya flash disc atau kamera digital). Ketika memasuki kantornya yang sederhana namun menggambarkan dengan ciri kantor majalah yang dinamis, saya tertarik untuk melamar bekerja di perusahaan itu. Perusahaan itu adalah perusahaan majalah wanita pertama, Femina.
Nasib baik berpaling kepada saya.
Setelah melalui proses tes dan wawancara, saya pun diterima bekerja di
perusahaan tersebut. Dimulai dari staf di bagian umum, ´dipinjam´ sementara
menjadi sekretaris pemimpin redaksi Majalah Femina sampai akhirnya saya ditarik menjadi
sekretaris majalah wanita yang baru terbit beberapa bulan, Cita Cinta, untuk menggantikan posisi Mbak Riris.
Cita Cinta: Cerdas, Ceria, Cantik…
Disini, saya menemukan dunia yang
saya mau. Dunia dinamis, teman-teman bekerja yang usianya tidak berbeda jauh,
kreatif dan mempunyai idealis yang tinggi dalam bekerja. Sesuai motto majalahnya: Cerdas, Ceria, Cantik. Dan saya tidak
menyesal dengan keputusan yang saya pilih.
Setelah Liga Tari, majalah tempat
saya bekerja ini saya anggap sebagai tempat dimana saya merasakan kenyamanan.
Disini saya mendapat ilmu non formal
tentang dunia profesi, bertemu dengan berbagai jurnalis hebat, belajar memahami
berbagai macam karakter orang serta mendapat kesempatan untuk menimba ilmu
secara tidak langsung: mengetahui jalur hidup suatu majalah, mulai dari mencari
ide tulisan, proses produksi sampai jatuh ke tangan pembaca.
Nggak salah, memang, akhirnya saya bergabung dengan mereka... |
Girls Only!
Cita Cinta memang didominasi kami
para wanita. Penghuni pria yang tetap
hanyalah Mas Ujang, bagian artistik dan produksi. Pernah ada Yoshie,
yang hanya bekerja beberapa bulan. Mungkin dia nggak tahan, ya, dengan jejeritannya kami. Lalu pernah ada Adi, yang magang
selama 3 bulan. Selama saya bekerja selama hampir 5 tahun, pegawai laki-laki
yang pernah singgah hanya bisa dihitung dengan jari sebelah tangan saja.
Yoshie, ditengah-tengah sarang perempuan...*eh.. |
Bekerja disini banyak senangnya.
Walaupun kami berisik setiap saat, tetapi kami tetap menghormati kapan waktu
bekerja, waktu istirahat dan makan siang sampai kapan harus pulang. Nah, kalau
waktu pulang, sih, seringnya lupa. Maklum masih banyak yang single waktu itu. Jadi kami tidak mempunyai kewajiban apapun untuk tiba di rumah sore hari.
Apalagi sebagai besar tinggal di kos, seperti Widi, Jessica, Wulan dan saya.
Yang seru, pukul 5 sore adalah
waktu yang ditunggu-tunggu. Tea time!
Bukan waktunya minum teh beneran, sih.
Tapi kami mencari cemilan atau sekedar jajan bakso di depan kantor. Obrolan
mengalir lancar. Tidak hanya masalah pekerjaan, cita-cita masa depan, tentang
keluarga, film yang seru dan tentu saja tentang pacar.
Tak terasa hampir 5 tahun saya
berbagi ruang emosi yang penuh suka, duka, canda dan tawa. Sangat sulit
mengucapkan selamat tinggal ketika saya memutuskan untuk berangkat ke Paris, melanjutkan sekolah dan mencari tahapan kehidupan yang baru.
Polkadot in action! Ki-Ka Atas: Mbak Jane, Rully, Wuri, Andri, Widi, Cesy, Mira, Zornia. Ki-Ka Duduk: Tussie, Saya, Alice, Wulan. Paling bawah jongkok: Regina |
Walaupun saat ini sebagian dari
kami sudah tidak bekerja lagi di majalah tersebut, pertemanan masih
terjaga. Bahkan sampai saya berganti benua pun, komunikasi dengan mereka masih
tetap terjalin.
(Terima kasih teman-teman tercinta di majalah
Cita Cinta, Femina Group. You are the best!)
Foto Atas : Koleksi Jessica Huwae
Foto (CC Jiffest): Koleksi Rani Anggraeni
Foto Sisanya: Koleksi Sri Haryanti
Cerita Lanjutan:
http://puruhita-journey.blogspot.mx/2012/11/i-4-bekerja-sambil-sekolah-lagi-jalan.html
Cerita Lanjutan:
http://puruhita-journey.blogspot.mx/2012/11/i-4-bekerja-sambil-sekolah-lagi-jalan.html
Bow, eike pernah photo session and mejeng di CC gara2 jij hihihi -hesti-
BalasHapusHihihihiiii iyaaaa...inget!! Tth achievement uk bs nntn Piala Dunia thn 2006, ya? :D
HapusIyaaa, once in a life time itu photo session. Daaan ngga kesampean pula ntn bolany gara2 bunting :p tapi bisa jg nonton euro 2008 hehehe
BalasHapusSetidaknya ada resolusi lain yg tercapai :D
Hapus