Bersama Herman dan Dwi, penari-penari
Liga Tari UI yang tinggal di Paris, beberapa kali kami tampil bersama untuk
menari. Entah itu karena undangan dari Kedutaan Besar RI di Paris, komunitas
masyarakat Indonesia di luar kota Paris bahkan sampai Swiss, pernah mengundang
kami untuk tampil.
Mempunyai keahlian dalam hal
menari, membawa saya menjelajah keliling kota-kota di Prancis dan beberapa
negara di eropa. Kami pun menjejakkan kaki di kota-kota kecil, bahkan
kampung-kampung kecil di Prancis dan sekitarnya untuk menari. Honor tidak kami
pikirkan karena yang terpenting saat itu adalah menyalurkan hobi yang memang
sempat terbengkalai beberapa waktu karena kesibukan masing-masing.
Yang paling seru dari show adalah pengalaman sebelum show itu sendiri yang membutuhkan
latihan yang serius dan menyita waktu. Belum lagi Herman yang bekerja keras melatih
anak-anak pelajar Indonesia di Paris yang memang bukan penari. Tetapi ini
menjadi tantangan tersendiri karena memang kami membutuhkan banyak orang untuk
bisa menarikan tarian Saman-Seudati karena banyaknya permintaan tampil di Paris
maupun di luar kota.
Para penari Saman. Ki-Ka atas: Cindy, Ella, Andy, Anamy, Sandy, Ita, Tasha. Ki-Ka bawah: Nana, Ika, Herman dan Inoen. |
Pengalaman yang seru adalah sewaktu
kami diminta untuk tampil menari Aceh dan beberapa tarian serta fashion busana
daerah di acara ´Journée Indonésienne´
yang digelar oleh masyarakat Indonesia yang tinggal di Besançon dan sekitarnya, yang memiliki Asosiasi Indonesia yang bernama Nyiur Melambai.
Acara ini dikoordinir oleh Mbak Jane. Atas kebaikan KBRI di Paris yang menyediakan
transportasi berikut Pak Hartadi yang mengendarai mobil besar yang bisa
menampung kami semua, penari dan make up
artist yang berjumlah 11 orang, menuju Besançon. Kota yang berada di bagian
tenggara negara Prancis ini berjarak kurang lebih 400 km dengan jarak tempuh 4
jam lebih dengan berkendaraan.
Tiba di Besançon, rombongan kami
dipecah beberapa kelompok untuk tempat tinggal. Ika, yang memiliki kakak yang
bernama Camelia yang kebetulan tinggal di kota ini memilih menginap di rumah
sang kakak bersama Ella. Lalu ada Herman dan Maklinda yang menginap di rumah
Tasha. Sisanya, yaitu Nana, Cindy, Anamy, Sandy, Andy, Inoen dan saya, menginap
di salah satu masyarakat Indonesia yang memiliki rumah di luar kota Besançon untuk
menampung kami.
Berpose sebelum show. Campuran penduduk Paris dan Besançon: |
Setelah berpisah dengan Ika,
Ella, Herman dan Maklinda, kami mengikuti sang pemilik rumah yang mengendarai
mobilnya sendiri untuk menuju rumahnya.
Disini, nih, serunya perjalanan. Si empunya rumah lupa perjalanan menuju
rumahnya sendiri karena hari sudah larut malam. Kami nyasar. Bo? Terus nasib kami gimana, ini? Melewati supermaket ´U´
berkali-kali, muter-muter di bundaran
yang memberi pilihan 4 jalan berbeda, hingga balik lagi ke jalan semula. Daripada
stres, akhirnya kami menikmati perjalanan tersebut dengan cerita-cerita dan
bernyanyi-nyanyi.
Walaupun cukup takut juga karena kami tiba sudah hampir
tengah malam dan jalanan sepi. Ditambah, Pak Hartadi dan pemilik rumah memberhentikan
mobil masing-masing di pinggir hutan dan…gelap! Khayalan pun mulai bangkit: ¨Bagaimana kalau
tiba-tiba ada serigala atau babi hutan yang menghadang?¨ atau ¨Bagaimana kalau
tiba-tiba ada orang jahat dan menculik kami ?¨
Berkat doa dari semua pihak,
akhirnya sang pemilik rumah menemukan jalan menuju rumahnya sendiri setelah
lebih dari sejam muter-muter nggak
keruan. Beliau meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada kami semua. Karena katanya jalannya gelap dan menurut beliau, petunjuk jalan dan bentuk arahnya hampir sama semua untuk menuju rumahnya. Well, kepanikan sudah berakhir dan kami
langsung istirahat karena badan rontok serta kecapean karena sempat
ketakutan selama perjalanan nyasar tadi.
Keesokan harinya, show digelar. Menjelang show,
bukannya kami panik atau stres menghafal tarian kembali, tetapi malah sibuk
ketawa ketiwi bahkan ngomel geli menceritakan
pengalaman nyasar malam sebelumnya.
Walau hanya istirahat beberapa jam, the show must go on. Show di Besançon berjalan lancar. Berkat
koreografer dan art director
bertangan dingin dan tentunya jiwa ´tampil´ para penari, kami sukses menggelar show dan fashion show busana daerah.
Seluruh pendukung acara. |
Setelah show selesai, keesokan harinya kami
kembali ke ibukota. Diiringin perpisahan dan lambaian tangan yang terasa berat,
akhirnya kami meninggalkan Besançon. Ada Mbak Jane, Tasha dan Camelia serta
beberapa masyarakat Indonesia yang mengantar kepergian kami. Sepanjang
perjalanan menuju Paris, kami lebih tenang dan sebagian besar memilih untuk
tidur.
Pose dulu sebelum kembali ke Paris. |
Dengan kegiatan yang positif ini ini, membuat
masa tinggal saya di Paris bertambah menyenangkan. Setelah show Besançon, beberapa show juga yang kami lakukan beberapa bulan bahkan tahun ke depan.
Seiring dengan kesibukan masing-masing, jumlah penari
mulai menyusut karena ada yang masa pendidikan di Prancis sudah selesai, ada
yang bekerja atau ada pindah ke negara lain.
(Utk Herman, Sandy, Tasha, Ella, Nana, Cindy, Andy, Inoen, Anamy, Camelia, Ika, Maklinda, alm Pak Hartadi, Mbak Jane dan keluarga besar di Besançon):
Foto: Koleksi Sandy.
Cerita Lanjutan:
http://puruhita-journey.blogspot.mx/2012/11/iv-2-trip-ke-luar-kota.html
Cerita Lanjutan:
http://puruhita-journey.blogspot.mx/2012/11/iv-2-trip-ke-luar-kota.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar