Tetapi, dengan berbagai kesibukan
yang kami miliki, jarang sekali kami berkumpul kecuali ada satu kegiatan yang
membuat kami bertemu. Menjadi mahasiswa di Paris memang super sibuk dan harus
konsentrasi penuh pada saat masa sekolah sedang padat-padatnya. Tetapi jika
ujian sudah selesai dan masa liburan datang, para mahasiswa ini dijamin tidak
menyentuh buku. Karena memang mereka bisa membedakan kapan waktunya serius
sekolah, kapan waktunya benar-benar menikmati liburan.
Mempunyai dan memiliki teman di
Paris bisa dibilang mudah tapi sulit. Seperti halnya dimana saja. Karena untuk
menemukan teman yang cocok, bisa dibilang dengan cara hang out bareng atau mengikuti kegiatan yang sama. Dengan begitu,
kita bisa mengetahui dan mengerti sosok mereka seperti apa. Lalu juga, dengan
berjalannya waktu dan kecocokan yang dimiliki, maka dengan sendirinya, kita
berteman tanpa harus meminta dan diminta.
Tipe teman pun ada
bermacam-macam. Biasanya yang cocok adalah mereka yang mempunyai latar belakang
dan nasib yang kurang lebih sama. Bukannya mencari teman sependeritaan, tetapi
keadaan tersebut membuat sikap toleransi menjadi muncul.
Ada juga teman yang
kerjanya hura-hura melulu. Mereka ini tipe yang tidak memikirkan sekolah dan
uang didapat dengan meminta dari orang tua. Saya, sih, tidak mempersoalkan
selama mereka tidak mengganggu kita. Sikap saling menghargai disini sangat
diperlukan. Saya Cuma bisa
bergumam dalam hati: beruntung sekali, ya, mereka. Coba diimbangi dengan
prestasi, bahasa lokal dikuasai dan sekolah yang benar, pasti masa depannya cerah. Paling tidak,
dibikin mahir, deh, bahasanya. Sayang sudah jauh-jauh ke Paris, tetapi bahasa
lokal tidak diasah. Lah? Kok malah sibuk mikirin kehidupan orang lain yang lebih beruntung, hehe..
Macam teman lainnya adalah mereka yang mendapat beasiswa
dari pemerintah Prancis atau pemerintah Indonesia. Kebanyakan dari mereka
biasanya serius, walaupun ada beberapa yang gokil. Saya menganggap wajar jika
mereka serius karena mereka memikul tanggung jawab yang tidak mudah untuk
berhasil dalam pendidikannya. Tipe macam ini biasanya enak buat diajak diskusi
dalam hal politik, ekonomi atau topik yang sedikit berat. Walaupun kalau diajak dugem dan pesta, pasti mereka ayo aja, sih.
Berbagai macam teman yang saya
jumpai di Paris memang mempunyai karakteristik sendiri. Karena tujuan berada di
Paris bermacam-macam, maka tidak jarang kita berkutat dengan kesibukan masing-masing
untuk mencapai tujuan yang tentunya berbeda-beda.
Persamaan yang membuat kami
cocok satu sama lain adalah karena kami sedang berada di Paris pada waktu yang
bersamaan. Terkadang kami juga tidak bisa memilih teman yang benar-benar cocok
karena memang tidak ada banyak pilihan. Sehingga, berteman selama di Paris bisa
dibilang karena keadaan. Dan kalau akhirnya cocok, itu sebagai bonus.
Lain halnya jika saya bercerita
tentang teman-teman asing atau teman-teman prancis. Disini saya mempelajari
budaya yang berbeda. Di Prancis sendiri, untuk memilih dan memiliki teman
kemudian cocok, hal tersebut jarang terjadi. Sulitnya memulai pertemanan adalah
kesan pertamanya tidak ingin terlalu dekat, terlalu terbuka. Intinya, sih, curiga dulu. Walaupun kesan pertama
sepertinya cocok dan mungkin kita akan melakukan sesuatu bersama-sama,
siap-siap kecewa dengan kenyataan, yang lebih berkata tidak.
Contoh yang pasti,
kita tidak mungkin dengan mudah mengucapkan: ¨besok malam gue ke rumah lo, ya¨.
Sebaiknya kita menunggu dia untuk mengundang ke rumahnya. Hindari datang
secara tiba-tiba ke rumah orang tanpa memberitahunya terlebih dahulu.
Nggak perlu jauh-jauh mencari teman sebenarnya. Misalnya dengan
tetangga 1 lantai atau 1 apartemen, inginnya, sih, saya bisa sedikit akrab. Lagi-lagi menganut budaya timur bahwa
tetangga adalah keluarga kita yang paling dekat. Setidaknya jika terjadi
apa-apa, tetanggalah yang direpotkan nomor satu. Tetapi dalam kasus tinggal di
Paris dan 1 gedung. Belum tentu kita saling mengenal atau bertegur sapa.
Apalagi misalnya dibilang tetangga di 1 lingkungan. Belum tentu lagi mengenal.
Fenomena masyarakat kota besar, terutama di Paris memang sudah sedemikian
sendiri-sendiri menjalankan hidup. Jadi jangan harap saling menegur dengan
tetangga dekat.
Pertama-tama, sih, saya kaget. Apalagi dibandingkan
dengan budaya timur yang cepat sekali akrab dan terbuka dengan orang lain.
Budaya ini tidak bisa saya terapkan di Paris. Karena orang akan cepat salah
sangka. Dikiranya kita menginginkan sesuatu atau malah ingin mengambil
keuntungan darinya. Ih, serem, ya.
Menyebalkan sekali mempunyai kehidupan sosial yang seperti itu. Tetapi lama
kelamaan saya menjadi terbiasa. Mungkin karena faktor lingkungan juga.
Hal lain yang saya pelajari dalam
kehidupan bersosialisasi adalah jika kita benar-benar berteman dengan orang
Prancis, belum bisa dibilang kita akrab atau berteman baik selama mereka belum
mengundang kita makan atau sekedar ngopi dan
minum teh di rumahnya dan memperkenalkan kita ke keluarganya. Kalau kita sudah
mencapai tahap ini, bisa dikatakan, kita adalah satu salah orang yang
diperhitungkan di dalam kehidupannya.
Lain halnya dengan teman-teman asing lainnya. Kita
bisa dengan mudah cepat akrab. Mungkin karena merasa sesama perantauan di
Paris. Karakter, sifat dan tujuan mereka berbeda-beda. Ya, iyalah. Setiap orang
pastinya mempunyai ciri khas tersendiri. Di universitas, saya berteman baik
dengan teman-teman asal eropa timur, Rusia dan Brazil. Mereka cantik, pintar, tidak sombong dan yang
paling penting tidak pelit untuk tersenyum. Walaupun ada anggapan bahwa tidak
mudah berteman dengan orang Rusia, tetapi saya menepis anggapan itu. Kami
berteman cukup akrab.
Sepunya-punya teman di Paris, entah itu orang
Indonesia atau bangsa manapun, tetap saja saya rindu dengan teman-teman di
tanah air. Kegilaan kita berbeda. Tentunya dengan berjalannya waktu, tali
persahabatan dengan mereka tidak putus, malah semakin erat. Kami terus
berkomunikasi melalui email dan messenger.
Karena pada waktu itu, media sosial yang marak sekarang ini belum populer.
Tentunya ada rasa berbeda ketika kita ingin
curhat atau ingin ngobrol sesuatu yang bersifat rahasia. Intinya, berteman
dengan orang-orang asing tidak membuat saya nyaman bercerita apapun yang saya
mau. Huh!
Kalau lagi dalam situasi seperti ini, baru, deh, terasa pentingnya girlfriends. Mereka selalu ada untuk kita. Dan kami sudah seperti keluarga. Apalagi kami mengalami masa peralihan remaja ke dewasa bersama-sama. Kami beranjak dewasa bersama. Membagi kegilaan, suka dan duka dan tentunya mengenang semua kegiatan yang pernah dilakukan bersama.
Kalau pulang ke Jakarta, selalu bikin kaget mereka, hehe..
Ki-Ka: Kiki, Iva, Aan, Dewi, Mella, Ita. Friends Forever. |
Kalau lagi dalam situasi seperti ini, baru, deh, terasa pentingnya girlfriends. Mereka selalu ada untuk kita. Dan kami sudah seperti keluarga. Apalagi kami mengalami masa peralihan remaja ke dewasa bersama-sama. Kami beranjak dewasa bersama. Membagi kegilaan, suka dan duka dan tentunya mengenang semua kegiatan yang pernah dilakukan bersama.
Kalau pulang ke Jakarta, selalu bikin kaget mereka, hehe..
(Untuk Privategoss)
Artikel Lanjutan:
http://puruhita-journey.blogspot.mx/2012/11/iii-6-rindu-mantan-big-boss-yang-galak.html
Artikel Lanjutan:
http://puruhita-journey.blogspot.mx/2012/11/iii-6-rindu-mantan-big-boss-yang-galak.html
Lain hulu lain belalang. Lain teman lain belangnya hahahaa Gimanapun kalau dah berteman lama, jauh di mata akan selalu dekat di hati :* Miss youuu
BalasHapusHahaha..embuuurrr! Miss, you, dweh.....
HapusOMG of all the pictures we have.ini brp belas tahun yg lalu ya? Masa2 gadis belia wkwkwk. Take care darling.hugs
BalasHapusHihihihi..iya, Ances...ini dikirim Mella fotonya. Hugs..miss you, deh...
HapusHuhuhu berkaca2 baca blognya. Miss you darliiiing :*
BalasHapusIyaaa..jadi kangen, kan? Ini perasaan yg sebenernya kangen kalian..walo jauh di mata, dekat di hati ;) rumpiiiii...hahahhahahaa....
Hapus