Like

Jumat, 07 Desember 2012

VIII. 3. Paraguay (2) : Belajar Memahami Karakter Orang Latin

Setelah menempuh perjalanan yang hampir bikin jantung copot, akhirnya saya menginjakkan kaki di Asunción. Ibukota Paraguay ini mempunyai nama yang panjang: Nuestra Señora Santa María de la Asunción.


Melewati imigrasi yang tidak terlalu ramai dan pengambilan bagasi yang terbilang cepat, saya langsung menuju Expo Paraguay di Ruta Transachao Km. 14 Mariano Roque Alonso, yang berjarak kurang lebih 8 km dari bandara dengan menggunakan taksi. Waktu tempuh cepet banget, hanya 15 menit kemudian sampai.

Pak supir taksi yang bernama Carlos dengan baiknya mengantar saya melewati pintu gerbang tiket dimana sebenarnya saya tidak berhak masuk karena tidak mempunyai tiket atau identitas expositor. Tetapi Carlos meyakinkan ke petugasnya. Dengan koper dan beberapa printilan bawaan, Carlos mengantar saya sampai ke paviliun Indonesia.

Di paviliun yang cukup besar, kami diberikan tempat kehormatan oleh penyelenggara pameran khusus ´Paviliun Indonesia´. Para peserta pameran sudah tampak semua disana.

Pameran ini berlangsung selama 15 hari (3 kali akhir pekan), yang berlangsung dari pukul 10 pagi sampai pukul 8 malam. Karena waktu yang padat, saya tidak sempat berkeliling pameran yang sangat luas bahkan tidak sempat berjalan-jalan di kota. Saya hanya sempat berfoto-foto di depan sebuah gedung di pusat kota, di dekat hotel kami menginap.

Berpose di pusat kota Asunción

Setelah beberapa hari tinggal di Asunción, saya pun mulai mengenal kota ini dikit demi sedikit. Penduduknya ramah, makanan juga enak dan cocok dengan lidah orang Indonesia. Juga tersedia kantin-restoran yang menyediakan masakan prasmanan, lalu ada aneka daging panggang dan aneka salad.

Yang menarik perhatian saya adalah mayoritas penduduknya membawa termos teh kemana-mana. Itu adalah minuman khas daerah amerika latin dan populer di Paraguay, Argentina, Brazil Selatan dan Uruguay. Rasa teh-nya sangat khas. Kalo saya bilang, sih, seperti ramuan jamu. Sayang saya tidak punya stok fotonya.

Berbicara makanan dan minuman, yang menarik juga adalah penduduk Paraguay yang masih menggunakan dialek lokal, Guarani. Walaupun bahasa resmi nasional mereka adalah spanyol.

Selain itu, beberapa imigran yang berasal dari Lebanon dan negara-negara timur tengah serta dari Jerman, hidup rukun bercampur dengan penduduk lokal. Wajah mereka bisa dikatakan khas.

Di pameran yang berlangsung selama 15 hari, saya banyak bertemu dengan penduduk lokal. Salah satunya adalah Samir dan orang tuanya yang mempunyai bisnis di bidang kerajinan. Mereka tertarik dengan produk Indonesia. Saat itu, orang tua Samir mengatakan bahwa sang anak mempunyai minat yang tinggi untuk belajar bahasa. Mereka bermaksud mengirim Samir ke Prancis, Obrolan pun menjadi luas. Sampai sekarang, kami tetap menjalin pertemanan dengan Samir melalui Facebook.


Selain Samir, ada Denis. Denis bekerja di hotel kami menginap di pusat kota. Kami yang berjumlah 20an orang cukup membuat panik Denis dengan aneka pertanyaan dan permintaan. Karena Denis  yang ramah dan berbahasa inggris, akhirnya, obrolan pun berlangsung lancar. Denis pula yang menyediakan pemanas di ruang kamar hotel. Pada saat kami datang di bulan juli 2007, cuaca di Asunción terang benderang dan panasnya minta ampun. Beberapa hari kemudian, cuaca berubah seperti winter.

Pada saat pameran berlangsung pun, banyak saya temui pengunjung dari berbagai negara. Salah satunya adalah Heidi, yang warga negara Prancis dan tinggal di Paris. Tepatnya tinggal di satu kelurahan dimana Tasha dan saya berbagi apartemen. Oh, dunia begitu kecilnya. Kami pun bertukar email dan saling kontak.

Selama pameran berlangsung dan dengan banyaknya pengunjung, saya pun memerhatikan gaya dandanan para wanita latin. Wajah mereka bermacam-macam. Ada percampuran indian dan eropa, yang populer disebut metisse. Ada yang benar-benar bule seperti orang eropa bahkan juga ada wajah seperti yang sering kita lihat di telenovela.

Ada pesan moral yang tidak saya lupakan dan terus saya jadikan pegangan untuk perjalanan ke negara-negara amerika latin selanjutnya. Sebagian besar atau mayoritas, omongan mereka tidak bisa dipercaya dan tidak bisa dipegang. Walaupun pasti ada, dong, yang baik hati dan jujur serta memegang ucapannya. Tetapi, disini, nih, saya mulai belajar karakter orang latin. Walaupun tidak adil jika anggap sama semua, tetapi hal ini penting karena akan menjadi barometer di perjalanan saya selanjutnya mengarungi benua amerika latin.

Well, berhadapan dengan orang latin yang mempunyai karakter yang berbeda menjadi tantangan tersendiri bagaimana kita menghadapi mereka dengan kepala dingin dan yang paling penting: harus sabar tapi tetap punya prinsip.

Tak terasa masa tinggal di Asunción segera berakhir. Kami pun kukut barang dan siap meninggalkan kota cantik ini, untuk melanjutkan perjalanan selanjutnya: Suriname.

Asunción, Juli 2007
Peta: google.
Layout: LGN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar