Kami memang sengaja berangkat
pagi-pagi sekali menuju Dieng dari Wonosobo dengan menumpang bus umum. Jarak tempuh
tidak sampai 1 jam.
Menurut sejarah, Dieng adalah
tempat berkumpulnya para dewa. Pada zaman dahulu, dataran tinggi dianggap
tempat suci para dewa. Kebetulan sekali secara geografis, Dieng terletak di
dataran tinggi, yang tingginya 2000 meter di atas permukaan laut.
Pegunungan Dieng ini dikelilingi
oleh gunung vulkanik yang masih aktif, bertetanggan dengan gunung kembar
Sindoro-Sumbing.
Candi-candi di Dieng. (Atas dan Kiri Bawah): Candi Arjuna. (Kanan Bawah): Candi Bima. |
Cuaca Dieng di pagi hari cukup
dingin dan menusuk tulang. Kami tidak siap pakaian hangat, tetapi tetap
bersemangat mengunjungi beberapa kompleks candi, yaitu Candi Arjuna dan Candi
Bima.
Dengan menumpang ojek di
pengkolan di dekat halte bus, sang ojek mengantar kami ke Telaga Warna yang
benar-benar apik. Karena kami mengunjunginya di pagi hari, kabut menyelimuti
seakan baru bangkit dari telaga.
(Atas): Telaga Warna. (Bawah): Kawah. |
Lalu kami mengunjungi salah satu kawahnya. Kawah ini cukup
aman untuk dikunjungi. Dieng itu sangat luas dan banyak sekali kawah-kawah yang
bisa dikunjungi tetapi ada beberapa yang berbahaya dan mengandung racun.
Karena kami tidak mempunyai banyak waktu,
akhirnya kami harus kembali ke Wonosobo sesuai tujuan semula: nyekar ke makam
leluhur yang letaknya tak jauh dari tengah kota dan terletak juga di dataran
tinggi.
Dalam perjalan menuju Wonosobo,
kami melihat hamparan hijau di depan mata dan perkebunan kentang. Dieng memang
terkenal dengan salah satu penghasil kentang terbesar.
Suat saat kami akan kembali lagi
mengunjungi Pegunungan Dieng yang indah.
Dieng, awal tahun 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar