Di bab-bab dan cerita-cerita
sebelumnya, saya menceritakan secara detil tentang pengalaman hidup di kota
Paris sebagai mahasiswa yang rempongnya stengah mati. Nggak hanya sibuk
sekolah, tetapi juga plesiran karena menari tarian tradisional ke berbagai kota
di Prancis bahkan sampai ke Swiss dan Jerman, bekerja menjaga anak, menjadi
pemandu untuk anak-anak Aceh sampai menjadi penerjemah bahasa di Pameran Produk
Indonesia.
Kehidupan kota Paris dan negara
Prancis yang sempat bikin shock dan tentunya saya mengalami geger budaya hingga
harus menyesuaikan diri dan memerlukan waktu dengan kehidupan yang serba
teratur, sempat mengubah ritme hidup saya.
Nah, setelah terbiasa dengan
kebiasaan dan mulai mengenal kebiasaan penduduk kota Paris (sudah saya
ceritakan di bab-bab sebelumnya di bulan november 2012, coba deh, tengok lagi),
saya pun dengan rela meninggalkan kebiasaan yang sudah mulai terbiasa tersebut
dengan nyemplung ke kehidupan penduduk amerika latin.
Ilustrasi peta Prancis dan benua amerika latin. |
Mengalami geger budaya lagi? Jelas!
Geger budaya dari Indonesia ke
Prancis lalu ke negara-negara amerika latin, kebayang, dong, berapa kali saya mengalami
geger budaya? Dari kehidupan di Indonesia di mana saya dilahirkan dan
dibesarkan serta dididik dengan kebiasaan Indonesia, kemudian saya merasakan
menjadi penduduk kota Paris di usia dewasa (baca: di usia yang ideal menikah
untuk wanita Indonesia).
Setelah mengalami menetap beberapa tahun
sebagai penduduk kota Paris dan berhasil menyesuaikan diri dengan penduduk
lokal, saya memutuskan untuk melanjutkan merantau ke benua amerika latin.
Jika ditanya mana yang lebih sulit menyesuaikan
kebiasaan dari Indonesia ke Prancis dibandingkan dari Prancis ke benua amerika
latin? Jawabannya adalah yang pertama: dari Indonesia ke Prancis.
Mengapa? Selain
benar-benar jomplang dari tata cara kehidupan sehari-hari sampai sistem
pendidikan dan kebiasaan pendudduknya, saya jauh lebih ekstra kerja keras
supaya bisa bertahan hidup di belantara kota Paris.
Ketika menyeberangi benua amerika latin dan
yang saya kunjungi pertama kali kali adalah Paraguay, saya tidak menemukan
geger budaya dan hambatan yang besar. Di negara latin ini malah saya seperti
kembali ke rumah sendiri, hanya lebih jauh saja.
Maksudnya terasa kembali ke rumah sendiri,
contoh yang paling nyata adalah di benua amerika latin, makanan utama mereka
ditemani oleh nasi putih. Ini sungguh kabar baik sekali bagi saya yang
dibesarkan oleh nasi sebagai menu sehari-hari. Mungkin bagi sebagian orang,
saya dibilang norak. Tapi, ah, cuek aja, hihi…
Semua Tersenyum dan…(sok) akrab!
Contoh lainya di benua amerika latin yang
membuat saya betah adalah semua orang tersenyum dan sok akrab tanpa bermaksud
apa-apa. Coba di eropa? Boro-boro. Senyum sedikit disangka orang gila atau
dikira ada maunya. Rempong, dah, ah…
Ketika menginjakkan kaki di Paramaribo, Suriname,
lebih bersahabat lagi. Apalagi mengetahui saya dari Indonesia dan orang
Jawa. Eh, lah dalah..langsung diajak berbahasa jawa mereka seakan bertemu
kembali saudaranya yang hilang selama bertahun-tahun, bahkan menawarkan mampir
untuk makan di rumahnya. Coba, kalau di eropa? Sampai lebaran kadal, seperti
tidak akan terjadi…
Belum lagi ketika supir taksi di Santa
Cruz de la Sierra, Bolivia yang baik hati dan mendoakan masa tinggal saya
menyenangkan di Bolivia dan ngobrol dalam bahasa spanyol yang pada saat itu
saya belum fasih seperti sekarang, tetap menyiratkan persahabatan dan tanda
´selamat datang´ dari penduduk setempat.
Pengalaman di kota-kota Brazil
lebih parah lagi. Baru kenal saja, sudah seperti saudara. Langsung akrab. Biar kata
bahasa nggak bisa, mereka berusaha membuat kita nyaman berkomunikasi dan mereka
mencoba berbahasa inggris walaupun…kacau balau. Hihi…
Untuk mencairkan suasana, mereka
seringnya menawarkan minuman. Jika
kita tidak meminum alkohol, mereka akan menghormati dan menawarkan minuman
lainnya. Selain itu, berdansa menjadi sarana untuk mencairkan suasana.
Beralih ke Colombia, yang ada makan…melulu! Mereka
sangat suka membicarakan tentang makanan. Juga tentang keindahan alam Colombia
sampai kopinya yang harum dan enak rasanya.
Lain lagi berbicara tentang Venezuela. Di negara
ini saya melihat karakter penduduknya sedikit berbeda dengan penduduk negara-negara latin lainnya.
Mungkin karena saya tinggal lebih lama
dibandingkan di negara-negara amerika latin lainnya, jadi saya melihat karakter asli penduduknya lebih dalam.
Khusus untuk Venezuela, akan saya bahas lebih lanjut di bab selanjutnya, ya ;) Tentang suka cita dan suka duka, operasi plastik bagi sebagian besar wanita yang merupakan mode, sampai saya menjalin pertemanan dengan 2 cewek Indonesia walaupun kami sudah tidak tinggal di Caracas lagi.
Foto peta: google maps
Tidak ada komentar:
Posting Komentar