Like

Tampilkan postingan dengan label Caracas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Caracas. Tampilkan semua postingan

Kamis, 28 Maret 2013

IX. 10. Kegiatan Rutin di Caracas: Dari Kursus Bahasa sampai Belajar Tarian Latin


Masih lanjut cerita tentang pengalaman hidup di Caracas, Venezuela. Kalau di butir bab sebelumnya saya jadi belajar memasak dan menjalin persahabatan dengan 2 wanita Indonesia, kali ini cerita tentang bagaimana saya berbaur dengan kehidupan sehari-hari di Caracas di sela-sela jadwal pameran produk Indonesia yang padat.

Les bahasa Spanyol

Sadar bahwa sebagian besar penduduk Amerika Latin tidak berbahasa inggris, maka saya yang harus belajar bahasa mereka, yaitu bahasa spanyol dengan akses dan beberapa kosa kata ala Venezuela.

Di sela-sela kesibukan mengikuti pameran, saya harus menyempatkan memoles bahasa spanyol. Biar kata mengerti sedikit demi sedikit, jika ada waktu dan biaya lebih, kenapa juga nggak nambah ilmu? Mumpung berada di negara yang berbahasa spanyol.

Manfaat memperdalam bahasa spanyol di Venezuela lumayan banyak. Saya bisa bernegosiasi dalam hal pekerjaan, mempermudah komunikasi dengan penduduk setempat sampai harus survive menghadapi orang ketika saya sempat dijudesin di bank atau di supermarket karena kesalahpahaman.

Selain itu, manfaat belajar bahasa spanyol di sebuah lembaga bahasa juga menambah jumlah teman asing yang kebetulan juga menetap beberapa waktu di Caracas. Saya berteman dengan Serife, cewek baik hati asal Turki. Juga Maaike asal negeri Belanda dan beberapa teman asing lainnya yang berasal dari Estonia, Austria, Cina, Afrika dan Timur Tengah. Guru bahasa kami yang baik hati, bernama Luz, dengan sabarnya mengajari kami. Setelah waktu kursus selasai, beberapa kali kami ngopi bareng.

Di kelas bahasa ini kami diwajibkan untuk memperkenalkan budaya masing-masing negara. Dan  saya sempat menari tarian tradisional Indonesia dan memakai kebaya.

(Atas): Bersama teman-teman sekelas bahasa spanyol dari berbagai macam negara. (Tengah kiri): saya, Maaike, Luz (guru bahasa spanyol), Serife. (Tengah kanan): Kami di tempat penampungan anak-anak Venezuela. (Bawah kiri): berkebaya dan menari untuk presentasi ttg budaya Indonesia. (Bawah kanan): bersama cewek-cewek Venezuela ketika latihan tari Flamenco.

Belajar tari Flamenco, Salsa, Cumbia, Merengue dan Ikutan kelas Zumba

Lagi-lagi jika ada waktu luang, saya manfaatkan semaksimal mungkin. 3 kali seminggu di pagi hari saya isi dengan kursus bahasa spanyol dan di malam hari mengikuti tari flamenco. Tarian asal Spanyol ini menarik perhatian saya sejak dulu. Ketika ada kesempatan, saya mengikuti kelas flamenco ini 3 kali seminggu. Bahkan pernah pentas kecil.

Selain mengikuti kelas tari flamenco, di sela-sela istirahat saya memperkenalkan sedikit gerakan tarian Indonesia. Dari situ, saya kenalan dengan beberapa teman Venezuela dan mengajak saya untuk belajar tarian asal amerika latin lainnya, seperti salsa, tango (tanpa pasangan), cumbia, merengue dan zumba. Yang terakhir ini sebenarnya sudah lama populer di negara-negara Amerika latin. Dengan mengikuti aneka gerakan tari ini, merupakan tabungan keterampilan. Siapa tahun di masa mendatang saya bisa membuka kelas tarian tradisional Indonesia dan dansa khusus tarian Amerika Latin, di manapun nanti saya berada.

Mendatangi Rumah Penampungan Khusus Anak-anak.

Di sela-sela waktu luang, beberapa kali saya mendatangi Rumah Penampungan Khusus Anak-anak di Caracas. Adalah Maaike, teman kursus bahasa Spanyol yang memang sedang magang dan penelitian untuk kuliahnya di Belanda, mengajak kami untuk mengunjungi tempat penampungan anak-anak ini.

Jiwa Maaike sebagai pendidik turut memanggil saya untuk berpartisipasi dengan menyalurkan kemampuan yang saya punya. Sayangnya ketika kami sudah mengatur jadwal, saya harus segera pindah dari Caracas.

Kesan yang saya dapat tentang kehidupan di Caracas sebagai orang asing…

  • Pertama-tama sulit beradaptasi dengan semua keadaan yang serba baru.
  • Bahasa juga menjadi kendala utama. Karena itu saya bela-belain kursus bahasa spanyol. Disini, nih, sebenarnya saya bangga dengan orang-orang Indonesia yang bisa berbahasa inggris di negeri sendiri. Di kebanyakan negara Amerika Latin, penduduknya tidak banyak yang berbahasa inggris.
  • Mentalitas dan karakter penduduk lokal yang tidak sama dengan penduduk Amerika Latin pada umumnya, maka kitalah yang harus bekerja ekstra keras untuk beradaptasi dan memahami mereka. Capek? Kesal? Ya, pasti…sampai rasanya mau koprol bolak balik di jalan raya saking kesalnya.
  • Tapi itulah perbedaan. Kita harus menerima kekurangan dan kelebihan setiap bangsa yang berbeda. lagi-lagi memang sulit awalnya dan kita yang harus lebih berusaha memahami mereka.
  • Sifat mereka yang tidak butuh akan kehadiran orang asing melekat dan mendarah daging. Tetapi cuekin, aja. Yang penting kita tidak mengganggu dan merugikan mereka. Kalau kita yang dirugikan, lain urusannya.
  • Saya berusaha mencari kesibukan positif yang menguras tenaga, sehingga tidak ada waktu untuk memikirkan kekesalan dan marah-marah nggak ada juntrungan dengan keadaan sehari-hari yang memang seringnya bikin kerutan di wajah nambah. Contoh keadaan: waktu saya ke supermarket, tersedia 10 kasir. Tetapi yang buka hanya 2. Dan antriannya panjang bak ulang naga. Padahal saya melihat banyak petugasnya nggak ngapa-ngapain dan ngobrol-ngobrol saja. Ketika saya bertanya, kenapa nggak buka kasir lain. Jawabnya dengan santai: bukan tugas saya. Booo…??? *gigit keranjang belanjaan.
Caracas, Venezuela, sepanjang jalan kenangan Des 2008 - juni 2010

Selasa, 05 Maret 2013

VIII. 26. Caracas, Venezuela (8): Let´s Discover the Capital

When I was writing this blog, it was around 2 pm, march of 5th 2013 Mexico City´s time, everything was under control. Until…at 4 pm local time, there was big news: Hugo Chávez died. All media gave some reports about this. RIP Hugo Chávez.

Chávez was phenomenal. Not only like a person in his country but also in the world.

Anyway, I had experience to live in Caracas, Venezuela during he was the president of the country. I don´t want to talk about his politic and to talk the bad things. You will never be able to imagine how´s life in Venezuela without living there. All happened for a reason.

Now, here it is my experiences in Caracas and around…

Since I decided to live more than 1 year (from December 2008 to June 2010) in Caracas, the capital of Venezuela, I did not see so many interesting places. Or maybe it´s just me, I did not want to take a risk to walk around the city alone by myself, even if It was during the day. Yes, by the local newspapers or international news, Caracas in one of the dangerous cities in the world.


This is Caracas and its traffic.

Located just near the Caribbean Sea and around the mountain, Caracas´s weather was perfect all the year, between 23 to 32 degree Celsius.


The other side of the city.

If I compared Caracas to others cities in South of America that I´ve been visiting like Sao Paolo, Rio de Janeiro, Santa Cruz de la Sierra, Bogota, I felt something different in the capital of Venezuela. I will explain it in my next blog´s story.


The old bus help the majority of citizen to move.

Caracas itself for me, it was like the time got me back to year 80´s in Jakarta when the old buildings were still there, the many old cars on the road, and also the infrastructure of the city. What made it different from Jakarta? 


There is a metro-subway in this capital.

Sometimes during the weekend, I visited some places around the city. These are my 2 favorites places: El Hatillo and Galipan.

I had Indonesian good friends who lived in Caracas at that time with their family. During the weekend, we visited some places together or just had a lunch or dinner together.  


Indonesian girls + an Indonesian-British boy ;)

One Fine Day in El Hatillo

On Saturday afternoon, we visited El Hatillo, a small village was about 15 km from Caracas and we needed less than 30 minutes to get there by a car.


El Hatillo view from Plaza Bolivar.

Started from Plaza Bolivar, we could go around by walking to visit this small village.


THe Statue of Simon Bolivar.

View of the city from Galipan

This small village was the alternative to escape from the city. Located up to the mountain around Caracas, we needed a special car to get there. Don´t worry, we could leave our car in the parking station and then got the jeep to continue until the top of the city.


View Caracas from GAlipan, the top of the hill.

From the top of the hill (or the mountain exactly), we could see the view of the city. A part of that, we could see also the sea and enjoyed the takeoff and landing of the airplanes.

Galipan was a nice place to spend during the day. We could have brunch or lunch or a dinner. It also offered a fresh strawberry and many kinds of fruits that you could consume it directly there.

Have a nice visit around Caracas!




Caracas, from dec 2008 to june 2010.
Photo: LGN, Ita
Photo map: google map