Setelah merasakan jadi penduduk lokal kota
Paris dan merasakan suka dan dukanya kehidupan kota mode tersebut, saya pun berpetualang ke benua amerika latin yang eksotis dan banyak mendapat pengalaman yang mengagetkan, menggemaskan sampai akhirnya menerima perbedaan budaya: dari kehidupan eropa yang teratur ke kehidupan amerika latin yang santai.
Secara geografis, letak benua amerika latin jauh dari
Indonesia, memerlukan waktu hampir 2 hari perjalanan dengan pesawat terbang
(sekali jalan, lho), harga tiket pesawat yang mahal, keadaan iklim, alam dan
kebiasaan penduduknya hampir sama dengan Indonesia. Tampaknya destinasi negara-negara ini,
terdengar kurang menarik perhatian bagi sebagian banyak orang. Walaupun benua
amerika latin terdengar eksotis, tetap saja eropa dan amerika utara lebih
menarik perhatian untuk dijelajahi.
Saya yang waktu
itu bermukim di Paris, berkesempatan menjelajah benua eksotis ini. Cerita
berawal pengalaman saya di Pameran Produk Indonesia di Strasbourg di bulan sept
2005, dimana saya bertemu banyak pengusaha Indonesia dan membantu mereka
sebagai penerjemah simultan bahasa Indonesia-Prancis. Salah satu dari mereka meminta
saya untuk membantu pekerjaannya selama saya di Prancis dan mengirim saya ke beberapa negara eropa, seperti ke Burgos (Spanyol) dan Bucharest (Romania). Tak puas hanya
mengirim saya ke Burgos dan Romania, beliau pun ´melempar´ saya untuk menyeberangi benua
amerika selatan untuk mengurus bisnisnya yang bergerak di bidang ekspor.
Berbekal modal nekat dan keberanian, saya pun menerima tawaran tersebut. Inilah
saatnya memulai petualangan dan menjelajah amerika latin!
Sebenarnya. ada beberapa pertimbangan pribadi yang akhirnya memutuskan saya untuk pergi ke amerika latin. Sifatnya sangat pribadi. Nanti akan saya ceritakan seiring dengan perjalanan yang penuh dengan pesan moral ini. Melawan ego adalah perjuangan berat yang harus dilawan.
Petualangan
pertama yang hampir bikin jantung copot adalah negara Paraguay. Setelah itu dengan mudah saya loncat ke Brazil,
lanjut ke Suriname, lalu mampir ke Bolivia.
Melalui pekerjaan itu, saya beruntung bisa menyaksikan
indahnya kota Rio de Janeiro (Brazil) yang terkenal dengan pantai-pantainya
yang indah dan karnaval-nya yang mendunia. Juga menghirup udara segar hutan
amazon di kota Manaus. Menikmat caipirinha
di pinggir pantai Ipanema, belajar samba
di Florianopolis. Mempraktekkan gerakan capoeira
di Salvador de Bahia (Brazil), merasakan alam Manizales (Colombia) yang sejuk
hingga merasakan ´basinya´ keadaan Caracas, ibukota Venezuela yang seperti keadaan Jakarta di tahun 80-an. Dan, ehm…saya bertemu si jantung hati yang berkewarganegaraan prancis.
Yang juga bikin jantung hampir copot adalah saya pernah hampir di deportasi dari Milan (Italia) dan hampir
diterbangkan kembali ke Sao Paulo. Nyangkut
di Trinidad-Tobago karena masalah mesin pesawat, kemudian transit selama 9 jam di pulau Curacao yang indah di
pinggir laut Karibia, sampai akhirnya memutuskan untuk menetap di ibukota
Venezuela. Hingga saat ini memilih Mexico City sebagai labuhan tempat tinggal
dan berkenalan dengan sejarah bangsa Maya dan Aztec yang mendunia. Saya pun
jadi mengetahui sejarah Kalender Maya yang berakhir di 21-12-2012, yang diyakini banyak orang bahwa dunia akan berakhir.
Penjelajahan
negara-negara di benua amerika latin, seakan menemukan jawaban tentang keadaan
keamanan kota-kota besarnya yang diberitakan melalui media online dan cetak. Dan
juga mencari jawaban berita-berita dunia dan anggapan banyak orang kalau
kota-kota seperti Sao Paulo, Rio de Janeiro, Bogota, Caracas dan Mexico City
termasuk dalam daftar hitam kota-kota berbahaya di dunia. Bo...saya berhasil menjejakkan kaki disana. Mengukir
pengalaman. Berkenalan dan berbaur dengan penduduk lokal, mengikuti ritme
kehidupan masyarakat setempat, mengenal budayanya yang unik dan belajar
memahaminya. Adrenalin pun ikut diuji di negara-negara ini.
Saya menyadari bahwa pengalaman
hidup yang saya pilih, lagi-lagi merupakan destiny.
Dan saya memilih untuk menjalaninya dan tentu saja menikmatinya. Mengapa
juga mau meninggalkan kenyamanan di Paris dan menunda sekolah di tahun
kedua? Di blog berikut, saya akan memaparkannya satu per satu, berbagai pengalaman yang menyenangkan, mengharukan, menyedihkan sekaligus menguji kesabaran saya di berbagai negara yang saya kunjungi. Dan saya tidak menyesal meninggalkan hiruk pikuk kehidupan kota Paris yang selalu menarik perhatian semua orang untuk menjadi bagian dari kehidupannya.
Sebenarnya, sih, Prancis tidak
sepenuhnya saya tinggalkan karena selama wira-wiri di amerika latin beberapa
tahun, saya menyempatkan untuk mampir. Tentunya menengok teman-teman tercinta.
Berdiskusi dengan pihak sekolah mengenai penundaan perkuliahan dan
berkorespondensi dengan para guru di Universitas. Menikmati kembali Paris (kali
ini sebagai turis) dan berkeliling ke daerah selatan Prancis. Selain mengurus
pekerjaan, saya pun menikmati indahnya perkebunan anggur dan perkampungan
prancis di daerah Pegunungan Pyrénées.
Setelah Prancis,
pengalaman hidup tambah ´penuh´ dan berwarna dengan berpetualangan ke
amerika latin. Paspor hijau yang setia menemani pun ikutan penuh dengan aneka visa negara-negara amerika latin.
Sebelum
petualangan tak biasa ini dimulai, saya menelepon ke rumah.
Pamit kepada mama dan bapak dan meminta doa dari mereka. Saya menggenggam
doa mereka. Sama seperti ketika saya memutuskan merantau ke Paris.
(Untuk Pak bos
nun jauh di Semarang yang memberi kepercayaan begitu besar; Herman di Paris yang
memberikan peluang dan kesempatan sehingga saya bisa menjejakkan kaki di amerika
latin dan tentunya orang tua yang mengantar kepergian saya dengan doa yang
tulus serta orang-orang yang baik yang saya temui dalam perjalanan ini; tentu juga untuk si dia
yang men-support petualangan ini).
(Amerika latin, dimana
petualangan dimulai di pertengahan tahun 2007).
Foto dan layout:
LGN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar