Melewati imigrasi yang tidak
terlalu ramai dan pengambilan bagasi yang terbilang cepat, saya langsung menuju
Expo Paraguay di Ruta Transachao Km. 14 Mariano Roque Alonso, yang berjarak
kurang lebih 8 km dari bandara dengan menggunakan taksi. Waktu tempuh cepet
banget, hanya 15 menit kemudian sampai.
Pak supir taksi yang bernama
Carlos dengan baiknya mengantar saya melewati pintu gerbang tiket dimana
sebenarnya saya tidak berhak masuk karena tidak mempunyai tiket atau identitas
expositor. Tetapi Carlos meyakinkan ke petugasnya. Dengan koper dan beberapa
printilan bawaan, Carlos mengantar saya sampai ke paviliun Indonesia.
Di paviliun yang cukup besar,
kami diberikan tempat kehormatan oleh penyelenggara pameran khusus ´Paviliun
Indonesia´. Para peserta pameran sudah tampak semua disana.
Pameran ini berlangsung selama 15
hari (3 kali akhir pekan), yang berlangsung dari pukul 10 pagi sampai pukul 8
malam. Karena waktu yang padat, saya tidak sempat berkeliling pameran yang
sangat luas bahkan tidak sempat berjalan-jalan di kota. Saya hanya sempat
berfoto-foto di depan sebuah gedung di pusat kota, di dekat hotel kami
menginap.
Berpose di pusat kota Asunción |
Setelah beberapa hari tinggal di
Asunción, saya pun mulai mengenal kota ini dikit demi sedikit. Penduduknya
ramah, makanan juga enak dan cocok dengan lidah orang Indonesia. Juga tersedia
kantin-restoran yang menyediakan masakan prasmanan, lalu ada aneka daging
panggang dan aneka salad.
Yang menarik perhatian saya
adalah mayoritas penduduknya membawa termos teh kemana-mana. Itu adalah minuman
khas daerah amerika latin dan populer di Paraguay, Argentina, Brazil Selatan dan
Uruguay. Rasa teh-nya sangat khas. Kalo saya bilang, sih, seperti ramuan jamu.
Sayang saya tidak punya stok fotonya.
Berbicara makanan dan minuman,
yang menarik juga adalah penduduk Paraguay yang masih menggunakan dialek lokal,
Guarani. Walaupun bahasa resmi nasional mereka adalah spanyol.
Selain itu, beberapa imigran yang berasal dari Lebanon dan negara-negara timur tengah serta dari Jerman, hidup rukun bercampur
dengan penduduk lokal. Wajah mereka bisa dikatakan khas.
Di pameran yang berlangsung
selama 15 hari, saya banyak bertemu dengan penduduk lokal. Salah satunya adalah
Samir dan orang tuanya yang mempunyai bisnis di bidang kerajinan. Mereka
tertarik dengan produk Indonesia. Saat itu, orang tua Samir mengatakan bahwa
sang anak mempunyai minat yang tinggi untuk belajar bahasa. Mereka bermaksud
mengirim Samir ke Prancis, Obrolan pun menjadi luas. Sampai sekarang, kami tetap
menjalin pertemanan dengan Samir melalui Facebook.
Selain Samir, ada Denis. Denis bekerja di hotel
kami menginap di pusat kota. Kami yang berjumlah 20an orang cukup membuat panik Denis dengan aneka pertanyaan dan permintaan. Karena Denis yang ramah dan berbahasa
inggris, akhirnya, obrolan pun berlangsung lancar. Denis pula yang menyediakan
pemanas di ruang kamar hotel. Pada saat kami datang di bulan juli 2007,
cuaca di Asunción terang benderang dan panasnya minta ampun. Beberapa hari
kemudian, cuaca berubah seperti winter.
Pada saat pameran berlangsung
pun, banyak saya temui pengunjung dari berbagai negara. Salah satunya adalah
Heidi, yang warga negara Prancis dan tinggal di Paris. Tepatnya tinggal di satu
kelurahan dimana Tasha dan saya berbagi apartemen. Oh, dunia begitu kecilnya. Kami
pun bertukar email dan saling kontak.
Selama pameran berlangsung dan
dengan banyaknya pengunjung, saya pun memerhatikan gaya dandanan para wanita
latin. Wajah mereka bermacam-macam. Ada percampuran indian dan eropa, yang
populer disebut metisse. Ada yang
benar-benar bule seperti orang eropa
bahkan juga ada wajah seperti yang sering kita lihat di telenovela.
Ada pesan moral yang tidak saya
lupakan dan terus saya jadikan pegangan untuk perjalanan ke negara-negara
amerika latin selanjutnya. Sebagian besar atau mayoritas, omongan mereka tidak
bisa dipercaya dan tidak bisa dipegang. Walaupun pasti ada, dong, yang baik
hati dan jujur serta memegang ucapannya. Tetapi, disini, nih, saya mulai
belajar karakter orang latin. Walaupun tidak adil jika anggap sama semua,
tetapi hal ini penting karena akan menjadi barometer di perjalanan saya
selanjutnya mengarungi benua amerika latin.
Well, berhadapan dengan orang
latin yang mempunyai karakter yang berbeda menjadi tantangan tersendiri
bagaimana kita menghadapi mereka dengan kepala dingin dan yang paling penting:
harus sabar tapi tetap punya prinsip.
Tak terasa masa tinggal di
Asunción segera berakhir. Kami pun kukut barang
dan siap meninggalkan kota cantik ini, untuk melanjutkan perjalanan
selanjutnya: Suriname.
Asunción, Juli 2007
Peta: google.
Layout: LGN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar