Secara kebetulan, saya mampir ke
bekas ibukota Brazil yang ke-2. Bersamaan dengan rehat pameran yang biasanya
diadakan nonstop setiap minggu, akhirnya rehat seminggu karena ada perayaan
karnaval di seluruh Brazil.
Pao Açúacar dilihat dari Cristo Redentor. |
Dari Florianópolis, saya terbang ke
Rio de Janeiro untuk bergabung dengan sepupu saya dan teman-temannya.
Perjalanan dengan pesawat terbang yang memakan waktu hampir 2 jam berjalan
lancar. Sebelum mendarat, tampak pemandangan miniatur kota Rio de Janeiro yang
tertata indah. Tuhan memang Maha Besar menciptakan kota pinggir laut kebanggaan
Brazil ini.
Miniatur kota Rio de Janeiro dari pesawat. |
Sepintas tentang Rio de Janeiro
Sudah tau, kan, kalau Rio de
Janeiro pernah menjadi ibukota Brazil yang kedua (yang pertama adalah Salvador
de Bahia), kemudian pada tahun 1960, dipindahkan ke Brasilia. Selain itu, kota
ini terkenal dengan salah satu kota berbahaya di amerika latin, bahkan dunia.
Sebelum landing. |
Berbicara musik di Brazil, tentu
akrab dengan musik bossanova yang dipopulerkan oleh musisi-musisi Brazil di
tahun 1960-an. Sebut saja Vinícius de Moraes dan Tom Jobim yang berhasil
membawakan lagu Girl From Ipanema (Garota de Ipanema, judul aslinya) ke
tingkat internasional. Sejak saat itu, bossanova menjadi salah satu musik yang
diperhitungkan dan kemudian banyak melahirkan musisi dan penyanyi dengan aliran
ini.
Letak geografis Rio de Janeiro. |
Porto 5, Pantai Copacobana
Alex, sepupu saya sudah tiba
lebih dahulu bersama teman-temannya. Dia menunggu saya di Porto 5 kemudian kami
bersama-sama menuju ke apartemen salah satu temannya.
Dari bandara menuju Porto 5, ada
bus yang mengantar saya langsung. Sejauh mata memandang dari balik bus,
perkampungan kumuh dan deretan rumah yang super padat menjadi salah satu
pemandangan selamat datang di ibukota yang terkenal dengan pantai-pantainya
yang indah.
Suasana kota Rio de Janeiro, dekat Porto 5. |
Kemacetan pun tak terhindarkan. Menurut, saya,
sih, kemacetan dan kepadatan lalu lintas wajar karena Rio de Janeiro adalah
satu kota besar di Brazil, seperti halnya Sao Paolo ataupun kota-kota besar
lain di amerika latin ataupun di dunia sekalipun, bahkan Jakarta. Tak apalah,
batin saya merasakan macet sedikit. Yang terpenting, saya tiba di Rio de
Janeirooooooooooooooo….
Megahnya Karnaval
Bukan rahasia lagi kalau karnaval
Rio de Janeiro yang digelar setiap tahunnya di minggu pertama bulan februari
adalah salah satu karnaval terbesar di dunia. Berbagai persiapan dan
pertunjukkan spektakuler dipersiapkan dengan matang untuk dunia. Tak main-main,
tamu yang hadir pun tumpah ruah dari berbagai kalangan mulai dari tokoh politik
dunia sampai selebritis dunia. Karnaval besar Brazil ini mendapat dukungan
penuh dari pemerintahnya.
Alex, teman-temannya dan saya,
kami pun ikut menikmati keramaian karnaval dan kami nekat untuk berbaur dengan
penonton dan peserta karnaval di jalan-jalan. Sedihnya, kami tidak membawa
kamera waktu itu karena faktor keamanan dan menghindari tindak kriminal. Kami
berbusana ala kadarnya, tidak dandan, tidak membawa tas dan tentengan. Hanya
membawa kunci apartemen dan uang receh yang kami sembunyikan di badan. Jadi,
pengalaman dan kenangan indah tentang karnaval tersimpan rapi dalam ingatan
kami. Siapa tahu lain kali akan menjadi salah satu tamu kerhormatan yang duduk
di podium karnaval.
Sudah bukan rahasia lagi kalau
Rio de Janeiro sangat tinggi tingkat kejahatannya, jadi sebaiknya tidak membawa
barang berharga dan melindungi diri sendiri dari tindak kejahatan dan tidak
mengundang orang untuk berbuat jahat.
Jangankan kamera atau uang yang
bisa hilang atau kemungkinan besar ditodong. Sambil makan sandwich atau membawa botol minuman ringan saja bisa dijambret dan
dirampas. Nah, karena itu, sebaiknya tidak usah membawa apa-apa di tangan agar
tidak menarik perhatian orang-orang sekitar.
Virginie, saya, Alex dengan latar belakang Cristo Redentor. |
Cristo Redentor de Corcovado, indahnya pemandangan dari atas bukit
Ada banyak tempat menarik yang
bisa dikunjungi di Rio de Janeiro. Karena waktu terbatas, kami pun memutuskan
untuk mengunjungi beberapa tempat saja, asalkan bisa melihat Rio de Janeiro
secara keseluruhan. Akhirnya kami sepakat untuk mengunjungi Cristo Redentor yang menjadi salah
satu simbol kebanggaan Rio de Janeiro dan terkenal mendunia.
Pemandangan kota dari Cristo Redentor. |
Cara mencapai puncak Cristo
Redentor tidak sulit tapi cukup rempong
karena harus berkali-kali ganti transportasi. Dari naik subway, kemudian lanjut dengan jeep
angkot karena jalan sangat terjal berlika-liku kemudian harus jalan kali
menaikki tangga yang cukup curam. Seru sekali!
Angkot jeep yang membawa kami ke Cristo Redentor. |
Setelah perjalanan cukup ribet, sepertinya
sangat worth it ketika kita sampai di
ketinggiannya. Pemandangan 180 derajat kota Rio de Janeiro terlihat
jelas dan indah. Dari jauh, kami bisa melihat Pão de Açúcar dan Pantai
Copacobana.
Pão de Açúcar, naik kereta gantung melihat senja
Setelah dari Cristo Redentor,
kami menuju ke Pão de Açúcar, yang jaraknya tidak jauh. Dengan menumpang angkot
dan berjalan kaki, kami berhasil mencapai antrian untuk menaiki kereta gantung menuju
Pão de Açúcar.
Pão de Açúcar mempunyai arti
gunung yang tinggi, lancip dan tersembunyi. Bentuknya yang unik segera dikenali
dari ketinggian. Ketika tiba menyeberangi gunung unik ini dengan kereta
gantung, kami melihat pemandangan Rio de Janeiro yang tak kalah indah dari
pemandangan Cristo Redentor.
Kami menikmati senja di puncak
gunung unik ini. Sejauh mata memandang, kami melihat dari kejauhan senja yang
juga pamit kepada Pantai Copacobana dan Ipanema. Sedangkan pemandangan di sisi lain, tak
henti-hentinya melihat pesawat terbang yang take
off dan landing.
Menikmati senja dari Pao Açúcar. |
Pantai Copacobana yang
terkenal itu….
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, agenda kami adalah mengunjungi Pantai Copacobana. Di pagi yang sejuk dan masih berkabut, pantai
terkenal di dunia bercerita dalam kesunyiannya dan merupakan saksi bisu
karnaval yang telah selesai digelar 2 hari yang lalu.
Pagi hari di Pantai Copacobana |
Ombak air laut yang mengajak bermain,
memberikan melodi indah dan dari jauh terdengar senandung: ¨Copa…Copacobanaaaa…¨
yang dipopulerkan oleh Barry Manilow.
Ombak yang menyapa pagi di Pantai Copacobana. |
Kami menyempatkan menikmati pantai ini dalam diam. Menikmati matahari yang
baru terbit dan udara yang masih segar semriwing. Tampak pengunjung yang
didominasi oleh penduduk lokal mulai berdatangan.
Menikmati Matahari Pagi di Pantai Ipanema
Setelah menikmati pagi yang indah
berkabut di Pantai Copacobana, kami berjalan meyusuri pinggir pantai menuju
pantai tetangganya yang tak kalah populer: Pantai Ipanema.
Menikmati matahari
pagi dan sarapan di pinggir pantai Ipanema sambil mendengarkan lagu ´Garota de
Ipanema´, semakin mengerti mengapa Vinícius de Moraes menuliskan lirik yang
begitu puitis dalam bahasa portugis, kemudian diintepretasikan ke dalam bahasa
inggris oleh Stan Getz dan Jão Gilberto. mereka tidak mengada-ngada. Banyak gadis yang sesuai gambaran
dalam liriknya: ¨Tall and tan and young and lovely, the girl from Ipanema goes
walking..
Pantai Ipanema. |
Até Logo*, Rio de Janeiro….
Selama 3 hari dan 2 malam saya menikmati
keanggunan kota ini, memberikan kesan yang dalam tentang kejayaannya di tahun
1960 – 1970. Banyak peninggalan yang masih terasa sampai saat ini. Biarpun kata
banyak orang Rio de Janeiro adalah salah satu kota paling berbahaya di dunia,
saya tidak mau melihatnya dari sisi itu. Yang penting saya harus harus
tetap waspada dan hati-hati di manapun saya berada.
Mungkin suatu saat Anda akan
beruntung seperti saya dan mengetahui mengapa saya berkesan sekali dengan kota
tempat Piala Dunia 2014 berlangsung.
*sampai jumpa dalam bahasa
portugis
Obrigada, merci beaucoup Alex, Virginie.
Rio de Janeiro, awal Februari
2008
Foto peta: google map
Tidak ada komentar:
Posting Komentar