Mendengar nama kota yang pernah menjadi
ibukota Brazil yang pertama ini, yang ada di bayangan saya: kota kolonia yang
mistik dengan pantai yang indah. Selain itu, Salvador de Bahia terdengar
eksotis. Lebih eksotis lagi ketika saya membuktikan dengan menginjakkan kaki di
sana dan berbaur dengan penduduk setempat.
|
Suasana kota kolonial Salvador da Bahia. |
Salvador da Bahia de Todos os Santos, nama lengkap kota ini, didominasi oleh penduduk keturunan imigran afrika ratusan tahun yang lalu.
Mereka ramah terhadap bangsa pendatang atau turis. Bahasa portugis mereka
sedikit ada dialek tetapi tetap bisa dimengerti. Dari sudut demografi penduduk,
saya melihat penduduk Brazil keturunan Afrika mendominasi kota-kota di Brazil
Utara. Mulai dari Sao Paolo ke arah utara.
|
Letak Geografis Salvadir da Bahia. |
Jardim de Alah, taman dan pantai
yang indah
Selama 3 minggu lebih saya
tinggal di apartemen di daerah Jardim de Alah, yang memiliki pantai indah
dengan nama yang sama. Alasan memilih tinggal di apartemen di daerah tersebut
karena dekat dengan tempat pameran berlangsung yang berada di belakang daerah
Jardim de Alah.
|
Jardim de Alah, pemandangan dari seberang apartemen. |
Aura tropikal ala Brazil di
pantai dan kota ini mengingatkan saya seperti suasana pantai-pantai di
Indonesia. Contohnya di Anyer. Apartemen yang menghadap ke pantai dan laut di
siang hari memberi kesan seolah-olah saya tidak sedang berada di Salvador da
Bahia, tetapi seperti sedang berada di tanah air sendiri. Lah, kok, pikiran jadi terbang ke tanah air?
|
Menikmati pantai di siang hari. |
Hampir setiap siang hari saya
menikmati hangatnya sinar matahari di tepi pantai sebelum bekerja di pameran
yang dimulai pukul 4 sore sampai 12 malam. Jam pameran di kota-kota pinggir
pantai Brazil memang disesuaikan dengan pola hidup masyarakat setempat yang
memulai aktivitasnya di sore hari.
|
Suasana pantai di pagi hari. Ombaknya kencang. |
Rachel, Keluarganya, Pemukiman Padat
dan Gambaran Penduduk Setempat
Daerah Jardim de Alah ini juga
dekat dengan pemukiman padat Salvador da Bahia. Dimana anggapan bahwa pemukiman padat
di Brazil (bahkan di negara-negara amerika latin lainnya), bahwa tingkat kejahatan
dan kriminal sangat tinggi. Tapi syukurlah, saya tidak menemukan masalah dengan
hal itu. Sebaliknya, berkat asisten yang membantu saya di pameran, sebut saja
namanya Rachel. Saya jadi mengenal pemukiman padat tersebut karena Rachel
mengundang saya untuk datang ke rumahnya.
|
Rachel dan saya sehari-hari di pameran. |
Karena diuntungkan oleh jadwal
pameran di sore hari, saya jadi bisa pecicilan menikmati kota yang terkenal
dengan kelahiran capoeira ini. Selain menikmati pantai, saya pun bekunjung ke
rumah Rachel yang terletak tidak jauh dari apartemen dimana saya menginap.
|
Bersama pemusik capoeira- |
Di suatu pagi menjelang siang, Rachel menempati janjinya untuk
menjemput saya, kemudian kami berjalan kaki ke rumahnya dengan melewati pasar
tradisional dan daerah perkampungan padat. Agak sungkan, Rachel bertanya apakah
saya takut atau bingung melewati daerah tersebut. Saya jawab tidak karena
dengan demikian, saya jadi mengenal Salvador da Bahia dari sisi lain yang bukan
hanya sisi turisnya saja.
|
Bersama Rachel dan keluarganya- |
Ketika kami tiba di rumah Rachel
yang sederhana di tengah padat penduduk, ibunda Rachel menyambut kami dengan
ramah dan cemilan sudah tersedia. Suasana seru karena saya tidak menguasai
bahasa portugis dengan baik dan keluarga Rachel yang terdiri dari ibu dan adik-adik Rachel tidak berbahasa inggris ataupun
spanyol. Ajaibnya, komunikasi kami berjalan lancar.
|
Claudia dan saya. |
Waktu pun berlalu begitu cepat
dan saya pamit untuk segera ke pameran. Begitu keluar dari rumah Rachel, seorang
wanita mencegat saya dan menawarkan untuk nongkrong minum kopi atau nge-beer di
warung terdekat. Claudia, sebut saja nama teman Rachel, mengatakan bingung ada
orang asing bersedia nyasar ke perkampungan mereka. Hihi…
|
Nongkrong di warung. |
|
Prasmana ala warung di Salvador da Bahia. |
Menuju warung, kami dicegat oleh
teman-teman Claudia. Seru, sih. Cowok-cowok brazil ini kegenitan sekali untuk
menemani kami nge-beer. Dengan galaknya, Claudia bilang nggak.
Ketika kami tiba di warung,
ternyata si warung menyediakan aneka masakan lokal dengan menu prasmanan. Menunya cocok dengan perut
Indonesia. Dan sambalnya…oh, my…..God! Setengah sendok kecil udah mau pingsan.
|
The Bahians. Cowok-cowok ini baik cuma kegenitan aja ´ngintil´ dan minta foto bareng. |
Kota Kolonial dan Gereja
dimana-mana
Setelah pameran selesai, saya pun
memutuskan untuk tinggal 2 hari lebih lama karena ingin mengunjungi pusat kota
Salvador de Bahia. Jarak dari apartemen Jardim de Alah ke pusat kota, nggak
terlalu jauh, 12 km.
|
Suasana pusat kota. |
Benar seperti bayangan saya
sebelum tiba di Salvador da Bahia. Bentuk fisik pusat kota kolonial ini seperti
gambaran di kepala saya. Dengan bangunan-bangunan tua yang asli namun unik,
membuat kota kolonial ini tetap kelihatan cantik.
|
Angle favorit saya. |
Berdasarkan buku paduan yang saya
baca, Salvador da Bahia ini disebut juga Black Rome. Maksudnya, banyak gereja
yang terletak dimana-mana. Di hampir di seluruh sudut kota. Black karena
mayoritas penduduk Salvador da Bahia didominasi oleh kulit hitam keturunan afro-brazilian.
|
Salah satu gereja dari ratusan yang bertebaran di pusat kota. |
Akhirnya, saya pun harus puas
dengan masa tinggal di Salvador da Bahia yang terhitung cepat. Apalagi saya
bukan traveling dengan mengkhususkan mengunjungi daerah-daerah turis dan
bersantai, melainkan memikul tanggung
jawab besar di pameran. Toh, saya tetap menikmati masa tinggal disini,
yang tidak sama rasanya seperti masa tinggal saya di kota-kota lain di Brazil
yang memang mempunyai keunikan tersendiri.
Salvador da Bahia deTodos os
Santos, Juni, 2008
Foto peta: google map
kaga ada org indonesia ya cong di sonoh?
BalasHapusAdiiiinnn...gw ketemu 1 org yg dtg di pameran. Dese kerja di perusahaan rokok. Tp org Indonesia di Salvador ga sebnyk jumlah di Sao Paolo atau Rio de Janeiro.
BalasHapusBukannya ketemu yang lainya dan massage bareng di pantai ?
BalasHapus:-P
Hahaha..rempong! Itu mah eluuuu...
BalasHapus