Pada saat kehamilan mencapai di
akhir bulan ke-7 memasuki bulan ke-8, para ibu hamil di Prancis diberikan
kursus Persiapan Melahirkan secara gratis dari pemerintah Prancis. Kursus ini
bisa diikuti di klinik, rumah sakit atau tempat praktek bidan yang bisa kita
pilih sendiri. Bisa berkelompok atau individu, tergantung pilihan kita. Terdiri
dari 8 sesi yang lamanya 45 menit – 1 jam, para ibu hamil diberikan penyuluhan
dan persiapan jika bayi lahir nanti. Misalnya dari persiapan secara mental dan
fisik, latihan pernafasan yang benar ketika mendorong bayi keluar, posisi
´berdamai´ dengan rasa sakit ketika kontraksi. Jika ini adalah kehamilan
pertama, maka diberikan langkah-langkah yang harus dilakukan ketika kontraksi
muncul. Yang jelas, para ibu harus bisa mengatur emosi dan rasa sakit serta
tidak panik. Kata kunci: harus tenang dan kepala dingin ketika kontraksi
datang.
Yang penting juga diberikan pada
saat kursus persiapan melahirkan adalah menyiapkan segala keperluan calon ibu
dan bayi untuk di kamar bersalin dan di kamar perawatan. Selain itu juga
persiapan mental ketika pulang ke rumah dengan membawa sang bayi. Semuanya ada
daftar standar yang harus dipenuhi oleh calon ibu.
Calon ayah juga diwajibkan
mengikuti kelas persiapan melahirkan. Tujuannya adalah membantu calon ibu
ketika kontraksi datang dan menemani pada saat persalinan. Sikap calon ayah
yang harus siaga dan membantu calon ibu dengan menyemangati secara moral dan
berada di sisi calon ibu.
Selain itu, kursus persiapan
melahirkan ini juga memberikan kita pilihan untuk memberi ASI atau sufor. Di Prancis,
para calon ibu bebas memilih. Tidak ada kewajiban IMD (Inisiasi Menyusui Dini).
Jika si calon ibu memilih untuk memberikan sufor, maka kelas persiapan
melahirkan ini akan memberikan saran untuk memilih sufor yang bagus untuk bayi
yang baru lahir, cara memberi sufor dan waktu-waktunya.
|
Menyusui bayi sendiri sebenarnya praktis. Kita tidak perlu repot-repot membawa perlengkapan ´perang´: botol, susu, air panas, dll. Jika si bayi haus, tinggal ´open bar´. Jangan lupa membawa celemek menyusui pada saat bepergian. Hal ini memudahkan kita untuk menyusui di manapun dan kapanpun. Foto diambil pada saat kami makan malam di restoran di jalanan Paris pada saat Juni 2015. |
Jika si calon ibu memilih untuk
menyusui, maka dilanjutkan dengan tahapan cara menyusui dengan benar, posisi
ibu dan bayi ketika menyusui agar kedua belah pihak nyaman. Peran calon ayah
juga penting di sini. Calon ayah bisa berpartisipasi menggendong si bayi ke
pelukan ibu ketika akan menyusui dan menggendong bayi kembali dan menaruh di
tempat tidurnya setelah selesai menyusui. Di Prancis tidak disarankan bayi yang
baru lahir tidur bersama orang tua. Karena itu kami menaruhnya di sebuah keranjang bayi yang terletak di samping tempat tidur kami. Saya sebenarnya tidak tega melihat makhuk mungil itu tidur sendirian. Inginnya si bayi berada di samping saya dan memeluknya. Sementara suami berpendapat bahwa sebaiknya si bayi tidur di keranjangnya agar kami berdua bisa istirahat. Dan yang lebih penting adalah untuk menghindari si bayi ´tertiban´ kami.
Pada saat hadir dalam kursus persiapan melahirkan itu, saya kaget juga
menyaksikan angka ibu yang mau menyusui bayinya. Di antara 10 calon ibu yang
hadir, hanya 3 orang (termasuk saya) yang bersedia menyusui bayinya ketika
lahir nanti. Aneka pertanyaan dan keraguan terjawab satu per satu. Dari yang
para calon ibu kuatir jika air susu tidak keluar sampai bagaimana jika si bayi
menolak menyusui. Semua jawaban itu kami temukan dalam kelas persiapan
melahirkan.
Alasan para ibu yang enggan
menyusui bayi mereka, bervariasi. Ada yang mengatakan karena alasan kesehatan
sehingga tidak memungkinkan menyusui bayinya. Alasan lainnya adalah karena repot
ketika waktu cuti habis dan harus kembali bekerja, mereka tidak akan bisa
menyusui bayinya sesuai permintaan. Alasan lain yang tidak masuk di kepala saya
adalah ada sebagian mereka yang enggan menyusui bayinya terus menerus. Mereka jadi
tidak ada waktu buat mereka sendiri karena bayi yang baru lahir akan meminta
susu terus menerus. Lalu juga mereka berpendapat jika menyusui membuat mereka
seperti di penjara dan kelak si bayi akan menjadi manja.
Apapun alasannya, rasanya masing-masing
berhak menyusui atau tidak menyusui bayi masing-masing. Ini adalah pilihan. Seperti
menjalani hidup saja yang penuh dengan pilihan dan kita harus memilih. Pihak rumah
sakit, klinik, bidan, suami atau keluarga tidak berhak mencampuri keputusan
masing-masing calon ibu untuk menyusui atau tidak. Hak asasi manusia kata
mereka.
Pengalaman saya merasakan kehamilan,
melahirkan dan pasca melahirkan hingga bayi perempuan saya berusia 4 bulan di
Prancis, sangatlah berharga. Karena ada perbedaan cara pandang, pola pikir dari
semua segi. Bagi saya yang dilahirkan dan besar di Indonesia, kata ´menyusui
bayimu´ adalah hal wajib dan diharuskan bagi setiap ibu.
Mengurus bayi sendiri bersama
sang suami pasca melahirkan memberikan kesan tersendiri bagi kami. Karena kami
berdua jauh dari orang tua, jadi bayi kami benar-benar kami ´pegang sendiri´
tanpa campur tangan siapapun. Keuntungannya di Prancis, ada bidan yang datang
ke rumah seminggu pasca melahirkan untuk mengecek kondisi ibu yang baru
melahirkan, juga mengecek kondisi kesehatan si bayi dengan memeriksakan berat
badan dan cek kesehatan lainnya. Tentu saja hal ini sangat membantu mengingat
kita tidak perlu ke luar rumah memeriksakan kondisi bayi ke klinik. Setelah usia
bayi sebulan, barulah kita sendiri yang harus keluar rumah untuk memeriksakan
ke dokter anak. Juga untuk mengatur jadwal imunisasi.