Like

Senin, 28 April 2014

XIII. 32. Mexico City (31): Mencari Ilmu Tarian Latin melalui Zumba

Masih lanjut cerita tentang pengalaman hidup di Mexico City. Jika Anda mengikuti blog saya dengan berbagai cerita perjalanan, plesiran dengan berkeliling Mexico mengenal negara ini, lalu juga berbagi ilmu yang saya miliki dengan mengajar tarian Indonesia kepada anak-anak di rumah singgah dan mengajar membatik.

Tak cukup dengan aktivitas tersebut, saya masih ingin terus belajar dan menggali hal positif yang bisa saya pelajari dari negara ini. Karena mempunyai dasar teknik menari dan pemanasan sebelum melakukan olahraga, maka saya memutuskan untuk memperdalam aneka tarian latin melalui zumba. 


Pose di sela-sela kelas zumba.


Zumba yang saat ini populer di seluruh dunia adalah olahraga yang menggabungkan teknik dan dasar-dasar tarian latin. Intinya sih, memang olahraga dan olah tubuh. Atau menurut saya adalah menggerakkan tubuh agar otot-otot lentur dan tubuh tetap fit. Dan untuk ´memancing´ agar menggerakkan tubuh tidak membosankan dan agar tidak dikatakan ´olahraga´, maka diciptakanlah zumba untuk menarik minat orang banyak.

Aneka tarian latin yang saya pelajari banyak jenisnya dan populer di seluruh negara-negara Amerika Latin bahkan seluruh dunia. Contohnya salsa. Tarian asal latin ini hampir ada di seluruh negara-negara Amerika Latin. Tinggal menambahkan kata belakangnya saja: salsa colombiana, salsa cubeño atau salsa caribeña. Tetapi, jangan dianggap sama seluruh gerakan salsa karena masing-masing negara memiliki ciri khas tersendiri.

Tidak hanya belajar tari salsa, tetapi saya juga mempelajari aneka tarian tradisional mexico. Ternyata menyenangkan dan membuat tubuh jadi fit karena kebanyakan gerakan adalah bertumpu pada kaki. 

Selain belajar aneka tarian, saya juga dituntut untuk mengerti dan memahami aneka jenis musik. Dulu sebelum mengenal musik latin, terdengarnya sama semua di telinga. Tetapi, dengan belajar aneka tarian dan aneka gerakan tari yang berbeda, maka dengan sendirinya saya mengenal jenis musik yang berbeda pula. 


Bersama 2 instruktur zumba dan teman sekelas.

Oh iya, pesan moral yang saya dapatkan selama belajar tari dan mengenal musik latin adalah musik dan tari merupakan nafas dan gaya hidup yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan mereka sehari-hari. Baik tua maupun muda mereka berdansa, menari dan menikmati musik. Tidak peduli gerakan mereka benar atau salah, yang penting berdansa. Dan...bagi mereka yang tidak mau berdansa atau menolak dansa maka tidak memiliki kehidupan sosial. Tidak percaya? Yuk, berdansa! Baílamos....

Ditujukan kepada para instruktur zumba dan teman-teman penari di Mexico. 



Senin, 21 April 2014

Selamat Hari Kartini

Setiap tanggal 21 april, Indonesia merayakan Hari Kartini. Seperti yang kita tahu bahwa Kartini adalah pahlawan nasional yang lahir pada tanggal 21 april 1879 di Jepara dan meninggal di Rembang, 17 september 1904. Kemudian dimakamkan di Desa Bulu, Mantingan, sekitar 20 km dari kota Rembang. Perjuangannya untuk mengangkat derajat kaum wanita membuahkan hasil sampai kini.

Makam RA Kartini di desa Bulu, Mantingan, Rembang, Jawa Tengah.

Walaupun Kartini telah tiada, perjuangan dan jasanya masih terus dikenang bagi oleh sebagian besar wanita Indonesia. Pro dan kontra tentang mengapa Kartini yang diangkat dan dielu-elukan daripada pahlawan wanita nasional lainnya yang lebih dulu berjasa yang tidak hanya terhadap wanita, tetapi juga untuk bangsa dan negara. Nah, Anda tentu mempunyai jawaban dan argumen masing-masing.

Saya di gerbang Makam RA Kartini.

Di blog ini, saya tidak ingin membahas lebih lanjut tentang kehidupan Kartini. Kita bisa menyimaknya sama-sama melalui buku, cerita ataupun informasi yang bisa kita dapatkan dari berbagai media.

Yang ini saya bagi di sini adalah cerita tentang perjalanan saya mengunjungi makam Kartini yang terletak di desa Bulu - Mantingan, yang berjarak 20 km dari kota Rembang. Saya menyempatkan waktu mengunjungi makamnya karena searah dengan napak tilas perjalanan para leluhur saya di tanah Jawa. Menginjakkan kaki di Rembang, tentu tidak saya sia-siakan untuk berkunjung juga ke makam Kartini.


Ibu Kartini tetap memiliki cerita tersendiri bagi wanita Indonesia, dan bagi saya juga. Walaupun tidak mengenal Ibu Kartini secara langsung, tetapi saya memiliki 3 Kartini di dalam hidup saya, yaitu, kedua nenek saya dan ibu kandung saya sendiri. Bagi saya, mereka adalah contoh dan teladan hidup yang menjadi panutan. Mereka adalah para wnaita Jawa yang memiliki karakter, melestarikan kebudayaannya sendiri serta mampu berkarya dengan tidak melupakan tugasnya sebagai ibu dan istri.

Selamat Hari Kartini bagi semua para wanita Indonesia di seluruh dunia!


Jumat, 18 April 2014

XIII. 31. Mexico City (30): Mengajar Menari dengan Sukarela di Rumah Penampungan anak-anak Mexico

Masih cerita tentang pengalaman hidup di Mexico. Tidak hanya jalan-jalan menikmati keindahan negara penghasil tequila ini, saya pun juga berpartisipasi melakukan kegiatan yang berhubungan langsung dengan penduduk lokal.

Jika di bab sebelumnya saya berbagi cerita tentang menari tarian tradisional Indonesia di acara anak-anak nasional Mexico dan mengjar membatik kepada penduduk lokal, ada kegiatan lain yang juga saya lakukan. Yaitu menjadi pengajar sukarela tari-tarian di tempat penampungan anak-anak Mexico usia 3 – 15 tahun.


Inilah mereka.

Tujuannya adalah juga berbagi dengan penduduk lokal dan juga inginnya saya berkontribusi melakukan suatu kegiatan yang berguna untuk anak-anak dan saya sendiri. Selain itu mengajar anak-anak semakin mengasah kemampuan bahasa spanyol saya.

Seminggu sekalli setiap hari jumat, saya menjadi pengajar tari-tarian tradisional Indonesia bagi anak-anak di rumah penampungan yang bernama Albergue Infantil Ines Gasca yang letaknya tidak jauh dari tempat tinggal saya. Tarian yang saya ajarkan adalah tarian betawi, tari Saman dan tarian kreasi Indonesia lainnya. Bahkan kami sempat berpartisipasi di acara perlombaan dan meraih penghargaan.

Bersama para penari sebelum pentas.

Profil anak-anak ini bermacam-macam. Mereka datang dari aneka latar belakang keluarga yang berbeda. Rata-rata adalah karena ketidakmampuan ekonomi atau orangtua mereka bersalah. Menjadi pengajar mereka ya, susah-susah gampang karena tingkat kepekaan dan kemampuan daya tangkap berbeda-beda. Sesekali mereka juga curhat atau cerita tentang apa saja kepada saya.

Pengalaman mengajar dan terjun langsung ke masyarakat lokal membuat saya menghargai perbedaan. Dan sebagai bangsa pendatang, setidaknya saya bahagia bisa berbuat sesuatu yang berguna untuk orang lain dan diri sendiri.


Didedikasikan kepada anak-anak manis Mexico nun jauh disana…

XIII. 30. Mexico City (29) : Menari dan Mengajar Membatik untuk Penduduk Lokal


Di bab-bab sebelumnya tentang Mexico, Anda pasti sudah membaca tentang pengalaman saya plesiran dan menjelajah kota-kota dan daerah-daerah sekitar Mexico. Mexico dengan segala macam suka dukanya telah memanjakan saya untuk menikmati yang ada. 

Saatnya saya menyumbang sesuatu untuk Mexico. Salah satunya adalah memberikan kontribusi yang saya miliki, yaitu dengan menari di acara anak-anak dan mengajar membatik dengan sukarela. 

Membawakan tarian betawi di acara anak-anak nasional Mexico di kota Merida, Semenanjung Yucatan.

Sebagai warga negara asing yang berbaur dengan penduduk lokal, maka saya harus mempunyai ciri khas dengan tetap menjadi orang Indonesia yang mengetahui dan menguasai kebudayaan bangsa sendiri. Karena saya yakin, siapapun orang Indonesia yang berada di luar negeri adalah duta budaya. 

Maka, secara kesadaran penuh, saya pun dengan bersuka cita memperkenalkan budaya kita sembari berbagi ilmunya langsung: menari tarian tradisional Indonesia dan mengajar cara membatik kepada penduduk lokal.

Memperkenalkan batik dan memberi kesempatan kepada penduduk lokal untuk membatik. 


Pesertanya adalah teman-teman mexico itu sendiri dan beberapa tetangga prancis yang bertempat tinggal di sekitar apartemen saya. Kepada mereka saya langsung berbagi ilmu tentang membatik. 

Dua orang tetangga prancis yang juga tinggal di Mexico pun antusias ketika saya mengajar batik dan memberik kesempatan kepada mereka untuk mempratekkan langsung membatik.


Dan saya pun memberikan mereka kesempatan untuk praktek langsung cara membuat batik. Dengan sehelai kain katun berukuran 35 cm x 35 cm, saya membebaskan mereka untuk menggambar apa saja sesuai keinginan mereka di atas sehelai kain katun tadi untuk kemudian menggunakan canting dan lilin untuk mengetahui proses batik. 

Peralatan membatik.

Setelah gambar tersebut ditutup dengan lilin dengan menggunakan canting, proses pewarnaan pun adalah hal yang paling ditunggu-tunggu untuk memperoleh hasil yang diinginkan.

Inilah hasil batik yang mereka kerjakan. Bagus, kan?

Semoga Anda para pembaca juga diberikan kesempatan untuk melanglang buana dan merasakan menjadi penduduk di suatu negara. Jangan segan untuk berbagi dan mengenalkan kebudayaan Indonesia kepada dunia luar agar kitapun ikut serta melestarikan budaya kita sendiri agar negara lain mengenal dan mengakui kebudayaan kita.