Like

Minggu, 27 Januari 2013

VIII. 15. Brasilia, Brazil (9): Ibukota Brazil yang Bebas Macet

Ibukota Brazil yang ke-3 ini cocok disebut sebagai pusat kota modern di Brazil yang memang sengaja dibangun untuk pusat pemerintahan dan perekonomian negara. Perwakilan-perwakilan negara seluruh dunia juga berpusat di Brasilia.


Asisten saya memberi hadiah yang dibuatnya sendiri.

Banyak bangunan dengan artistektur modern dan tata kota yang memang didesain serapi mungkin seperti yang kita mau. Adalah arsitek kelahiran Rio de Janerio, Oscar Niemeyer yang berjasa dengan membangun berbagai gedung dengan arsitektur yang modern. desain jalanan kota yang super lebar dan bebas macet adalah salah satu kelebihan Brasilia yang termasuk ke dalam golongan ibukota negara dan kota besar.


Gedung Kongres Nasional, arsitek Oscar Niemeyer.

Berkunjungnya saya ke Brasilia apalagi kalau bukan untuk urusan pekerjaan. Selama 10 hari, saya berada di kota yang hawanya panas. Cocok untuk menikmati es kelapa di warung pinggir jalan. Ini bukan cerita mengada-ngada, melainkan suatu kenyataan dimana kita bisa menikmati makanan khas Brazil di warung tenda dengan menu nasi dan minuman es kelapa.


Jajan di warung ala Brasilia. Ada menu nasi dan minuman es kepala.

Alex, sepupu saya yang kebetulan saat itu memang tinggal dan bekerja di Brasilia. Bersama Alex pula, saya menyaksikan karnaval dan suasana kota Rio de Janeiro. Selama pameran berlangsung pun, saya menginap di rumah Alex beberapa malam.


Menikmati Brasilia di malam hari.

Saya menikmati Brasilia di malam hari ketika pameran selesai dan Alex pulang bekerja. Udara Brasilia sangat sejuk di malam hari dan panasnya minta ampun di siang hari.


Letak geografis Brasilia.

Brasilia itu…

  • Transportasi umum tersedia dan nyaman. Para sopir bus dan penumpang menghormati halte bus untuk tempat pemberhentian bus untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. 
  • Jika kita tinggal di Brasilia, lebih praktis memiliki mobil. Karena selain jalanan bebas macet, segala urusan memang lebih mudah dengan mengendarai kendaraan pribadi.
  • Untuk taksi, di Brasilia tergolong tidak mahal. Keuntungan lainnya adalah kita mendapat discount 30% dari total argo taksi jika kita memesan dari rumah.
  • Sedia topi, sunblock dan kacamata hitam karena matahari tidak pelit bersinar di ibukota ini.
  • Brasilia bukan tempat turis tetapi jika kita ingin menikmati detil arsitektur modern, disini tempatnya. 
  • Jauh dari pantai karena secara geografis, Brasilia berada di tengah-tengah Brazil. Untuk hiburan penduduk setempat, pemerintah Brazil membangun danau yang super luas, bersih dan tertata rapi. Cocok untuk piknik. 
        Brasilia, Oktober 2008
        Obrigada Alex.
        Foto gedung Kongres Nasional: kol. Alex
        Foto peta: Google maps



Sabtu, 26 Januari 2013

VIII. 14. Campo Grande, Brazil (8): Kota Autentik di Brazil Tengah


Bolehnya saya terdampar di Brazil Tengah karena pameran yang seharusnya saya ikuti di Sao Paolo dibatalkan secara tiba-tiba. Panik, dong, karena sudah terbang jauh-jauh dari Indonesia tetapi sia-sia. Tak habis akal, akhirnya saya menemukan pameran lain yang terletak di kota Campo Grande di Propinsi Mata Grasso do Sul, Brazil Tengah.

Tukang es kelapa di CAmpo Grande. Keren, ya, gerobaknya.

Dari Sao Paolo, perjalanan dengan pesawat terbang ditempuh selama hampir 2 jam. Ketika tiba di sana, ternyata kota ini sedang libur karena ada pawai karnaval. Ya ampun, ternyata karnaval di Brazil tidak hanya digelar di setiap awal februari, hihi..

Letak Geografis Campo Grande.

Potret Kota Autentik Brazil

Secara fisik, kota ini didominasi oleh bangunan-bangunan yang cukup padat. Hunian perumahan tertata rapi seperti kompleks perumahan. Serunya, Campo Grande ini dikelilingi oleh alam Brazil yang memanjakan para petualangnya. Banyak hostel dan agen perjalanan yang menawarkan petualangan di Pantanal, alam liar Brazil yang memesona.

Jalanan utama Campo Grande. Sepi di hari minggu.


Kompleks Perumahan.

Pawai dan Karnaval ala Campo Grande

Sebelum pameran dimulai, saya dan beberapa peserta pameran menyempatkan diri untuk ikutan tumpah ruah ke jalan menyaksikan pawai dan karnaval lokal yang menampilkan kelompok seni dan budaya masyarakat yang didominasi oleh anak-anak sekolah.

Pawai yang Didominasi oleh anak-anak sekolah.

Gerobak Pedagang ala Brazil

Di sela-sela kerumunan orang banyak, yang namanya penjual minuman pasti mengambil celah untuk berjualan. Gerobak minuman ini mengingatkan saya akan penjual aneka minuman di Indonesia.
Gerobak Minuman ala Brazil.

Saya bersama para peserta pameran ketika kami menonton pawai di kota.

Saya tidak tinggal lama di Campo Grande karena akhirnya harus meninggalkan kota ini untuk melanjutkan perjalanan ke kota berikutnya. Sedangkan teman-teman lainnya yang berasal dari Kenya dan Pakistan melanjutkan masa tinggal dengan berpartisipasi di acara pameran sampai selesai.

Campo Grande, Agustus 2008
Foto peta: google maps

VIII. 13. Natal, Brazil (7): Tempat Berlabuh di Brazil Utara

Kota yang terletak di pinggir pantai di bagian Brazil Utara ini merupakan salah satu pilihan berlabuh para pelaut setelah menyeberangi Lautan Atlantik. Natal, yang berarti kelahiran dalam bahasa portugis memiliki pantai indah dengan pasir putih dan air laut berwarna biru cantik.


Brazilian girls in Natal.
Terdamparnya saya di kota Natal lagi-lagi untuk berpartisipasi dalam acara pameran produk nasional dan internasional. Waktu pameran pun sama dengan kota-kota di pinggir laut Brazil, seperti Salvador da Bahia, Recife, Rio de Janeiro dan Florianópolis, yang dimulai sore hari sampai tengah malam.


Letak Natal secara geografis.

Menikmati Pantai dari Teras Apartemen

Sayangnya saya tidak sempat berkeliling kota seperti ketika saya di Salvador de Bahia atau Recife, yang juga termasuk kota pinggir pantai di Brazil Utara. 


Praia Ponta de Negara dari teras apartemen di mana saya menginap.

Hal ini karena disibukkan dengan berbagai masalah tentang pekerjaan yang cukup menyita waktu. Bahkan, saya tidak sempat main ke pantai yang ironisnya berhadapan dengan apartemen di mana saya menginap. Tak apalah, saya bisa menikmati keindahan matahari terbit dari teras apartemen. Teteup…mencari pembenaran, hehe..


Pantai Ponta Negra dari dekat.

Tetap Waspada di Manapun Berada

Sesibuk-sibuknya saya di pameran, tetap sih, memerlukan untuk foto bareng dan menikmati keadaan sekitar trayek rutin apartemen di daerah Praia de Ponta Negra ke tempat pameran yang jaraknya sangat dekat. Jika saya pergi dengan berjalan kaki ke tempat pameran, kembali ke hotel dengan menumpang taksi. Hal ini tentu untuk faktor keamanaan di mana – lagi-lagi— tindak kejahatan yang tinggi. Untuk naik menumpang taksi pun, saya tidak sendiri, melainkan bersama-sama dengan peserta pameran lainnya.


Nemu mobil jeep ini di Natal. Waktu saya kecil, kami memiliki mobil jenis ini dengan cat berwarna biru langit.

Situasi Kota dan Penduduknya

Keadaan kota Natal dengan hawa yang panas selalu membuat haus dan membuat kulit kering. Disarankan untuk banyak minum air mineral dan memakai sun block. Biar kulit hitam, tak apalah, yang penting tetap sehat.

Di kota ini, observasi terhadap demografi penduduk, dialek dan gaya hidup mereka menambah perhatian saya. Setelah saya mengunjungi Recife, Rio de Janeiro dan Salvador da Bahia, tipikal penduduk kota Natal, hampir sama halnya dengan kota pesisir yang telah saya kunjungi. 


Bersama penduduk lokal yang juga mengikuti pameran.

Secara fisik, mayoritas dari mereka berkulit hitam manis. Ketika berbicara dalam bahasa portugis pun, dialek tetap terdengar. Dan mereka pun ramah dengan bangsa pendatang turis. Disini, nih, mereka mengira saya bukan orang Asia, melainkan dari Colombia. Lah? Dilihat dari mana, coba? 

Serunya Pengalaman Pameran

Di setiap kota, saya dibantu oleh penduduk lokal selama acara pameran berlangsung. Asisten saya bernama Raquel. Selain cekatan bekerja, Raquel bisa sedikit berbahasa inggris. Jadi, di saat pameran tidak banyak pengunjung, kami saling belajar bahasa inggris – portugis. Lumayanlah, memperkaya bahasa lokal dengan langsung mempraktekkannnya.


Brazilian girls. Raquel, asisten saya, paling kanan baju hijau.

Selain Raquel, cewek-cewek penduduk lokal yang juga membantu peserta pameran lain, juga ramah-ramah.

Akhirnya, lagi-lagi waktu yang memisahkan saya untuk segera meninggalkan kota ramah ini. Tak banyak hal yang saya lakukan tetapi penduduk lokal menawarkan pertemanan yang hangat. Saya berharap suatu saat bisa mengunjungi lagi kota ini.

Natal, Juli 2008
Foto peta: google maps

Kamis, 24 Januari 2013

VIII. 12. Salvador da Bahia, Brazil (6): Suasana Tropikal, Mistis dan Kota Kolonial yang Unik

Mendengar nama kota yang pernah menjadi ibukota Brazil yang pertama ini, yang ada di bayangan saya: kota kolonia yang mistik dengan pantai yang indah. Selain itu, Salvador de Bahia terdengar eksotis. Lebih eksotis lagi ketika saya membuktikan dengan menginjakkan kaki di sana dan berbaur dengan penduduk setempat.


Suasana kota kolonial Salvador da Bahia.

Salvador da Bahia de Todos os Santos, nama lengkap kota ini, didominasi oleh penduduk keturunan imigran afrika ratusan tahun yang lalu. Mereka ramah terhadap bangsa pendatang atau turis. Bahasa portugis mereka sedikit ada dialek tetapi tetap bisa dimengerti. Dari sudut demografi penduduk, saya melihat penduduk Brazil keturunan Afrika mendominasi kota-kota di Brazil Utara. Mulai dari Sao Paolo ke arah utara.


Letak Geografis Salvadir da Bahia.

Jardim de Alah, taman dan pantai yang indah

Selama 3 minggu lebih saya tinggal di apartemen di daerah Jardim de Alah, yang memiliki pantai indah dengan nama yang sama. Alasan memilih tinggal di apartemen di daerah tersebut karena dekat dengan tempat pameran berlangsung yang berada di belakang daerah Jardim de Alah.


Jardim de Alah, pemandangan dari seberang apartemen.

Aura tropikal ala Brazil di pantai dan kota ini mengingatkan saya seperti suasana pantai-pantai di Indonesia. Contohnya di Anyer. Apartemen yang menghadap ke pantai dan laut di siang hari memberi kesan seolah-olah saya tidak sedang berada di Salvador da Bahia, tetapi seperti sedang berada di tanah air sendiri. Lah, kok, pikiran jadi terbang ke tanah air? 


Menikmati pantai di siang hari.

Hampir setiap siang hari saya menikmati hangatnya sinar matahari di tepi pantai sebelum bekerja di pameran yang dimulai pukul 4 sore sampai 12 malam. Jam pameran di kota-kota pinggir pantai Brazil memang disesuaikan dengan pola hidup masyarakat setempat yang memulai aktivitasnya di sore hari. 


Suasana pantai di pagi hari. Ombaknya kencang.

Rachel, Keluarganya, Pemukiman Padat dan Gambaran Penduduk Setempat

Daerah Jardim de Alah ini juga dekat dengan pemukiman padat Salvador da Bahia. Dimana anggapan bahwa pemukiman padat di Brazil (bahkan di negara-negara amerika latin lainnya), bahwa tingkat kejahatan dan kriminal sangat tinggi. Tapi syukurlah, saya tidak menemukan masalah dengan hal itu. Sebaliknya, berkat asisten yang membantu saya di pameran, sebut saja namanya Rachel. Saya jadi mengenal pemukiman padat tersebut karena Rachel mengundang saya untuk datang ke rumahnya.


Rachel dan saya sehari-hari di pameran.

Karena diuntungkan oleh jadwal pameran di sore hari, saya jadi bisa pecicilan menikmati kota yang terkenal dengan kelahiran capoeira ini. Selain menikmati pantai, saya pun bekunjung ke rumah Rachel yang terletak tidak jauh dari apartemen dimana saya menginap.


Bersama pemusik capoeira-

Di suatu pagi menjelang siang, Rachel menempati janjinya untuk menjemput saya, kemudian kami berjalan kaki ke rumahnya dengan melewati pasar tradisional dan daerah perkampungan padat. Agak sungkan, Rachel bertanya apakah saya takut atau bingung melewati daerah tersebut. Saya jawab tidak karena dengan demikian, saya jadi mengenal Salvador da Bahia dari sisi lain yang bukan hanya sisi turisnya saja.


Bersama Rachel dan keluarganya-

Ketika kami tiba di rumah Rachel yang sederhana di tengah padat penduduk, ibunda Rachel menyambut kami dengan ramah dan cemilan sudah tersedia. Suasana seru karena saya tidak menguasai bahasa portugis dengan baik dan keluarga Rachel yang terdiri dari ibu dan adik-adik Rachel tidak berbahasa inggris ataupun spanyol. Ajaibnya, komunikasi kami berjalan lancar.


Claudia dan saya.

Waktu pun berlalu begitu cepat dan saya pamit untuk segera ke pameran. Begitu keluar dari rumah Rachel, seorang wanita mencegat saya dan menawarkan untuk nongkrong minum kopi atau nge-beer di warung terdekat. Claudia, sebut saja nama teman Rachel, mengatakan bingung ada orang asing bersedia nyasar ke perkampungan mereka. Hihi…


Nongkrong di warung.


Prasmana ala warung di Salvador da Bahia.

Menuju warung, kami dicegat oleh teman-teman Claudia. Seru, sih. Cowok-cowok brazil ini kegenitan sekali untuk menemani kami nge-beer. Dengan galaknya, Claudia bilang nggak
Ketika kami tiba di warung, ternyata si warung menyediakan aneka masakan lokal dengan menu prasmanan. Menunya cocok dengan perut Indonesia. Dan sambalnya…oh, my…..God! Setengah sendok kecil udah mau pingsan.


The Bahians. Cowok-cowok ini baik cuma kegenitan aja ´ngintil´ dan minta foto bareng.


Kota Kolonial dan Gereja dimana-mana

Setelah pameran selesai, saya pun memutuskan untuk tinggal 2 hari lebih lama karena ingin mengunjungi pusat kota Salvador de Bahia. Jarak dari apartemen Jardim de Alah ke pusat kota, nggak terlalu jauh, 12 km.


Suasana pusat kota.

Benar seperti bayangan saya sebelum tiba di Salvador da Bahia. Bentuk fisik pusat kota kolonial ini seperti gambaran di kepala saya. Dengan bangunan-bangunan tua yang asli namun unik, membuat kota kolonial ini tetap kelihatan cantik.


Angle favorit saya.

Berdasarkan buku paduan yang saya baca, Salvador da Bahia ini disebut juga Black Rome. Maksudnya, banyak gereja yang terletak dimana-mana. Di hampir di seluruh sudut kota. Black karena mayoritas penduduk Salvador da Bahia didominasi oleh kulit hitam keturunan afro-brazilian
Salah satu gereja dari ratusan yang bertebaran di pusat kota.

Akhirnya, saya pun harus puas dengan masa tinggal di Salvador da Bahia yang terhitung cepat. Apalagi saya bukan traveling dengan mengkhususkan mengunjungi daerah-daerah turis dan bersantai, melainkan memikul tanggung  jawab besar di pameran. Toh, saya tetap menikmati masa tinggal disini, yang tidak sama rasanya seperti masa tinggal saya di kota-kota lain di Brazil yang memang mempunyai keunikan tersendiri.

Salvador da Bahia deTodos os Santos, Juni, 2008
Foto peta: google map 

Rabu, 23 Januari 2013

VIII. 11. Curitiba, Brazil (5) : Kota Ala Eropa di Brazil Selatan

Ibukota Propinsi Paraná yang terletak di Brazil Selatan ini mempunyai daya tarik tersendiri. Arsitektur dan situasi kota yang bersih dan rapi membuat fisik Curitiba berbeda dengan kota-kota lainnya di Brazil. Karena itu, kota terbesar di selatan Brazil yang sejuk ini terkenal dengan kota ala eropa di Brazil Selatan.


Curitiba dari Parque Barigui.

Letak geografis Curitiba.


Curitiba, Bagaikan ´Rumah Kedua´

Beberapa kali saya menginjak kota sejuk ini, tetapi jarang mendapat kesempatan jalan-jalan santai. Apalagi kalau bukan sibuk mengurus kontener yang baru tiba di pelabuhan dan jadwal pameran yang super padat. Saking seringnya berkunjung ke Curitiba, saya menemukan keluarga baru. 

Suasana tengah kota.

Suasana koridor busway di Curitiba.

Selain keluarga Simone yang baik hati, ada juga Juliana, cewek cantik yang saya kenal di pameran produk internasional. Lalu, hotel yang terletak dekat Universitas yang saya tempati beberapa kali pun, pasrah ketika saya menitip rice cooker, kecap, abon, sambal botol ketika saya kembali ke Indonesia atau transit di eropa, kemudian kembali lagi ke Curitiba. Jadi, bisa dikatakan, Curitiba adalah rumah kedua saya di Brazil.

Universitas di samping hotel tempat saya menginap.

Mengenal Curitiba dengan bus Linhas Turismo

Sesempit-sempitnya waktu, saya menyempatkan diri menikmati Curitiba dengan menaiki tourist bus Linhas Tourismo. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk menghemat waktu namun saya bisa melihat Curitiba secara garis besar. Dan serunya. Curitiba termasuk salah satu kota yang aman di antara kota-kota berbahaya di Brazil. Maksudnya, saya bisa bebas mengambil foto, jalan-jalan sendirian di siang dan di malam hari, bahkan menyaksikan live music pemusik lokal Curitiba di café yang berada di tengah kota.

Pose dulu sambil nunggu bus datang ;)


Jardim Botânico, taman yang sejuk

Beberapa tempat yang menarik di Curitiba yang saya kunjungi dengan bus Linhas Tourismo adalah Jardim Botânico (botanical Garden). Taman luas yang bergaya ala taman prancis ini mempunyai koleksi tanaman langka dan tertata dengan baik.

Pintu gerbang utama Botanical Garden.

Museum Oscar Niemeyer, mengenang sang arsitek

Yang menarik perhatian saya lainnya adalah Museum Oscar Niemeyer yang memamerkan hasil karya seni visual, arsitektur dan desain. 
Jadwal tayang di Museum Oscar Niemeyer.

Dengan arsitektur yang unik, yang berbentuk seperti mata, museum ini terkenal juga dengan sebutan Museu de Olho atau Museum of The Eye. Penamaan museum ini didedikasikan kepada arsiteknya, Oscar Niemeyer, kelahiran Rio de Janeiro.

Museum of The Eye.


Lago do Parque Barigui, danau tenang dan indah di tengah hiruk pikuk kota

Danau luas yang terletak di tengah kota Curitiba yang dengan latar belakang gedung-gedung bertingkat menunjukkan bahwa kota ini menerapkan sistem ekologi yang sejalan dengan pembangunan industri dan perekonomian.

Santai Sejenak di pinggir danau Parque Barigui.

Taman indah ini tertata rapi dengan ´angsa-angsa´ palsu yang ditujukan untuk publik yang menikmati danau. Keseimbangan ekosistem di Curitiba patut dicontoh oleh kota-kota besar lainnya, yang tetap menyediakan ruang hijau bagi publik.


Live Music, Dance and Friends

Tak afdol rasanya jika tidak mengintip kehidupan malam Curitiba yang identik juga dengan kota mahasiswa yang sering mengadakan pesta di akhir pekan. Bersamaan dengan jadwal pameran produk Indonesia yang telah selesai digelar, Juliana mengajak saya untuk menikmati live music di suatu café yang berisi anak-anak muda. Para pelayan café pun kebanyakan adalah para mahasiswa yang memang bekerja paruh waktu.


Juliana dan saya.


The Brazilians.

Waktu sebentar atau lama tidak bisa dijadikan jaminan untuk terus menikmati kota sejuk ini. Setelah wira-wiri ke Curitiba, toh, akhirnya saya harus berpisah untuk melanjutkan perjalanan ke kota selanjutnya. Sampai jumpa lagi!


Curitiba, May 2008
Obrigada Juliana, my crazy friend! We really had a good time ;)
Foto peta: google maps

Selasa, 22 Januari 2013

VIII. 10. São Paolo, Brazil (4): Pesona Kota Besar Pusat Perekonomian Brazil


Salah satu kota terbesar dan tersibuk di Brazil, São Paolo, sebenarnya lebih dari 10 kali saya singgahi. Bukan untuk berkunjung, melainkan transit di airport internasional dan kemudian saya melanjutkan penerbangan ke kota-kota lain di Brazil.


Teatro Municipal.

Seperti halnya kota-kota besar di dunia seperti Jakarta dan Mexico City, São Paolo tak kalah luas dan tentunya…akrab dengan kemacetan yang luar biasa. Bisa dimaklumi karena kota  ini termasuk kota bisnis dan hampir seluruh aktivitas perekonomian Brazil, terpusat di São Paolo dan kota satelit di sekelilingnya. Jadi jangan kaget kalau polusi udara bisa kita lihat dan rasakan secara kasat mata.

Letak geografis Sao Paolo.

Saya hanya mempunyai waktu yang sempit walaupun berada di São Paolo lebih dari 2 minggu. Jadwal pameran dan promosi produk Indonesia yang sangat padat, yang berlangsung setiap hari dari pagi sampai malam, hanya mengizinkan saya menikmati kota besar ini dari hotel ke tempat pameran dengan menumpang subway.

Walaupun demikian, tetap saya nikmati kesibukan kota ini sambil curi-curi kesempatan untuk memotret. Terus terang saya tidak banyak mengambil foto karena menurut penduduk lokal, saya harus hati-hati, jangan sampai kelihatan seperti turis. Tingkat kejahatan dan kriminal sangat tinggi di kota ini. Bahkan kita patut curiga kepada setiap orang bahkan ketika menumpang taksi sekalipun. Jadi, dengan menumpang transportasi umum dan tidak sendiri sangat direkomendasikan.

Salah satu sudut kota dengan gedung-gedung tinggi.

Di suatu pagi, saya menyempatkan diri berjalan-jalan sebelum menuju ke tempat pameran. Melewati Teatro Municipal yang jaraknya hanya selemparan batu dari hotel saya menginap. Bangunan arsitekturnya mengingatkan akan Opéra de Paris di kota Paris dan Palacio de Bella Artes di Mexico City. Sepertinya dibangun bersamaan pada masanya. Kemudian melanjutkan jalan kaki sepanjang di sekitarnya yang penuh dengan jejeran toko-toko dan butik.

Saya pun sempat mampir ke pasar tradisional yang sangat ramai dan sibuk. Sayangnya saya tidak abadikan karena ya, mengingat faktor keamanan agar tidak memancing tindak kriminal.

Bersama Paulina, cewek Brazil yang membantu saya selama pameran berlangsung.

Biarpun saya tidak mengabadikan banyak foto sewaktu transit dan tinggal beberapa waktu di São Paolo, saya cukup mengenal baik kota ini dan tetap akan selalu ada di dalam ingatan saya. Terutama tentang keadaan pasar tradisional yang menyediakan aneka macam barang dan kebutuhan pameran, kaos olahraga tim Brazil sampai suvenir. Lalu daerah Liberdade yang merupakan daerah asia dimana toko kelontong dan restoran asia bertebaran.

São Paolo itu...
  • Termasuk salah satu kota berbahaya di dunia. Tindak kejahatan dan tingkat kriminal cukup tinggi di kota ini. Sebaiknya jangan coba-coba menantang orang lain untuk berbuat jahat kepada kita.
  • Karena seringnya saya traveling sendirian, jadi tidak perlu banyak bicara di tempat umum jika tidak menguasai bahasa portugis dengan baik. Hindari pemakaian bahasa asing di tempat umum. Diam adalah tindakan terbaik.
  • São Paolo bukan kota turis. Jadi jangan kaget kalau kita tidak diperlakukan dengan baik, bahkan oleh pelayanan di hotel maupun di restoran. Complain? Tidak bakal didengar apalagi ditindaklanjuti.
São Paolo (November 2007 - Juli 2009).
Foto peta: google map